Selasa, 25 Mei 2021

Materi IPA Kelas 8 : Energi

 Berikut adalah materi dalam bentuk PPT untuk pembahasan mengenai Energi kelas 8 SMP.

Semoga dapat membantu

ENERGI PPT

Selasa, 26 September 2017

Minuman Segar dan Aman? Marimas Dong Ya!



Sumber: Google.com


Marimas! Minuman Serbuk Kemasan yang berkualitas. Ayo kenalan sama Marimas!!

Tinggal di Indonesia yang beriklim tropis membuat minuman segar itu seperti oase di padang pasir yang gersang. Karena itu, kebutuhan untuk minuman yang enak dan segar tidak bisa lepas dari kehidupan kita-kita yang tinggal di Indonesia.

Minuman dengan rasa buah-buahan adalah salah satu pilihan terbaik untuk menemani siang hari yang terik. Namun, untuk mendapatkan segelas minuman buah segar itu butuh proses yang kadang kita sendiri malas buat mengerjakannya. Tipikel orang zaman sekarang yang maunya serba instan. Termasuklah minuman segar.

Di Indonesia sendiri, sudah banyak sekali bermacam-macam minuman kemasan dengan berbagai merek. Dari yang murah sampai yang mahal. Minuman kemasan dengan rasa buah termasuk salah satunya.

Tidak ingin repot mengolah buah menjadi minuman segar membuat kebanyakan dari kita memilih minuman kemasan sebagai solusi terbaik. Namun, tidak semua minuman kemasan itu aman untuk di konsumsi. Karena, banyak dari jenis minuman kemasan yang menggunakan pemanis buatan, yang tidak sehat bagi kita. Tapi, tidak perlu takut, soalnya ada kok produk-prodok yang aman buat kita konsumsi.

Salah satunya adalah produk minuman kemasan asli Indonesia dalam bentuk serbuk yang populer yakni Marimas. Marimas Minuman Serbuk Rasa Buah memiliki banyak sekali varian rasa dari buah-buahan asli Indonesia yang kaya akan vitamin serta mineral. Yang kerennya lagi, kita enggak perlu khawatir karena Marimas Tidak Bikin batuk. Beda banget dengan minuman kemasan lain yang tidak ramah bagi kesehatan, Marimas ini tidak akan buat batuk karena tidak menggunakan pemanis buatan yang dilarang oleh pemerintah.

Siang hari yang panas ditemani segelas Marimas dengan varian rasa jeruk benar-benar bikin adem. Dan, Marimas juga buat nagih. Dengan banyaknya varian rasa, Marimas membuat kita tidak bosan untuk menikmatinya setiap hari. Jangan khawatir, Marimas Aman DiminumSetiap Hari.

Marimas sangat konsisten dalam menjaga mutu mereka, karena itu, Marimas menerapkan Quality Managament System ISO 22000 . Marimas juga termasuk minuman yang ramah buat para konsumen musli. Soalnya, semua produk PT. Marimas Putera Kencana telah mendapatkan Sertifikasi Halal dari Majelis Ulama Indonesia. Produk-produk Marimas juga sudah terdaftar pada Badan Pengawas Obat Dan Makanan. Ini semakin menguatkan kalau Marimas memang minuman yang aman dikonsumsi setiap hari. Minum Marimas juga bisa ngembaliin mood kita lo karena kesegarannya. Suerrrr!!

Varian rasa dari Marimas, semuanya segar-segar. Tapi, aku sendiri memiliki varian favorit yakni jeruk dan mangga. Entah kenapa, aku enggak pernah bosan dengan kedua varian tersebut. Hihihi...

Kalau kamu, suka varian yang mana?



Sebuah Kisah : "Hijrah? Siapa Takut!!







Menjadi seorang muslimah yang baik memang bukan perkara mudah bagi mereka yang baru memulai untuk berhijrah. Banyak sekali godaan yang kadang membuat kita ingin menyerah, dan kembali pada diri kita yang dulu. Namun, apabila kita bisa melalui segala ujian yang diberikan oleh Allah SWT, Insya Allah, kita akan diganjar dengan hadiah yang manis.

Seperti kisah yang akan aku bagi pada para pembaca blog-ku ini. semoga bisa menjadi kisah yang menginspirasi buat para pembaca. Dan, kisah ini berdasarkan apa yang aku alami sendiri. 

Aku dari kecil memang dikenal sebagai anak yang temperamen. Mudah sekali marah atau pun menangis. Orang tuaku bahkan bingung bagaimana lagi mereka bisa membuatku belajar untuk mengontrol emosiku.

Hingga pada usiaku yang ke- 13 tahun, aku memutuskan untuk mengenakan kerudung, mengikuti jejak mama yang sudah terlebih dahulu menggunakannya. Awalnya, mereka yang mengenalku selalu mengatakan jika mengenakan hijab tidak akan mampu membuatku merubah watak yang selama ini sudah melekat padaku.

Aku yang kala ini masih ABG, tak jarang terprovokasi. Aku akan balik menyerang mereka dengan kalimat-kalimat yang lebih menyakitkan. Seperti menanyakan sudah sampai sejauh mana mereka menjalankan agama yang mereka anut. Apakah mereka sudah jauh lebih baik dari aku, sehingga berani mengkritik keputusanku?

Karena hal tersebut, mereka seolah menemukan bukti jika temperamenku memang tidak akan pernah berubah. Hal ini terus berlanjut hingga akhirnya aku masuk ke perguruan tinggi. Dengan jatah usia yang terus berkurang, aku pun berusaha keras untuk membuang image tersebut dari diriku.

Aku mengikuti kajian-kajian untuk memerdalam ilmuku tentang agama. Bagaimana cara mengontrol emosiku, dan berbagai hal lainnya. Dukungan dari kedua orang tua dan adik-adikku juga menjadi vitamin yang membuatku tak lelah untuk berusaha.

Tapi, aku bersyukur, karena di bangku kuliah ini, tak banyak rintangan yang harus aku hadapi. Namun, begitu masuk ke dunia kerja, di sinilah aku benar-benar diuji. Aku tahu, kita memang tidak bisa memaksa semua orang untuk menyukai diri kita. Inilah yang aku hadapi begitu masuk ke dunia kerja. Aku harus menghadapi mereka-mereka yang tidak menyukaiku.

Jika selama ini aku selalu berhadapan pada orang-orang yang hanya berani mencibir di belakang kita, kali ini aku malah harus menghadapi orang yang terang-terangan menunjukkan ketidaksukaannya padaku. Ia sama sekali merasa tidak bersalah tiap kali menjelek-jelekkanku atau membicarakanku pada orang lain. Dan, semua itu ia lakukan di depan mataku langsung.

Emosi?

Tentu saja. Mana ada orang yang tahan dibicarakan seperti itu. Apalagi di hadapan kita langsung. Tapu, saat ini aku lebih bisa mengendalikan diriku. Hal ini dimulai dengan menyadari busana apa yang aku kenakan. Aku adalah wanita berhijab. Jadi, aku harus menunjukkan image itu pada orang-orang di sekitarku.

Aku tidak ingin pakaian yang aku kenakan dianggap oleh orang-orang hanya sekedar penutup tubuh saja. Namun, aku ingin pakaian yang aku kenakan dianggap sebagai identitasku sebagai wanita muslimah. Bukan hanya sekedar ikut trend. Tapi, hanya ingin menaati perintah Allah saja. Menjadi wanita saliha yang merupakan cermin wanita mukmin. 

Jadilah, setiap ia mulai menjelek-jelekkan tentangku, dengan tenang, aku akan berjalan meninggalkan ruangan tanpa melepas senyum dari wajahku. Dan, tak lupa menyapa yang bersangkutan sebelum aku benar-benar keluar dari ruangan itu.

Sebenarnya, aku ingin sekali berteriak padanya sekali saja. Untuk mengatakan kalau semua yang ia tuduhkan itu tak benar. Namun, aku sudah memutuskan untuk berhijrah. Aku harus total. Jadi, sabar adalah pilihan yang terbaik.

Dan, alhamdulillah, setahun berlalu, perilaku orang tersebut sudah berubah sangat jauh. Ia tidak lagi memusuhi ku. Malah sangat ramah padaku. Ini adalah ganjaran manis dari Allah bagi mereka yang bisa melalui semuanya dengan sabar. Aku percaya itu. Andai saja saat itu aku menuruti emosiku, mungkin tidak akan seperti ini akhir ceritanya.

Dari kisahku tadi, maka kita akan jadi lebih baik dengan berhijrah.
Semoga kisah inspiratif ini bisa menjadi inspirasi bagi semua yang membacanya. Aamiin...

Kamis, 27 Juli 2017

Cinta Pertama, oh... Cinta Pertama

"Cinta pertama tidak akan berhasil"

Entah sudah keberapa kalinya nonton drama Goblin, dan enggak pernah bosan :D

Dan, setiap nonton, selalu dibuat kepikiran sama satu kalimat yang dikatakan oleh Ji Eun Tak. Cinta pertama tidak akan berhasil. 

'Benarkah demikian?' decakku dalam hati. (hahaha...)

Aku sendiri berada di garis tengah antara setuju dan tidak setuju. Karena dari apa yang aku lihat, dan aku alami, keduanya memiliki peluang yang sama.  Banyak kenalanku yang akhirnya menikah dengan cinta pertama mereka. Kehidupan mereka juga terlihat sangat bahagia.

Tapi, ada pula kenalanku yang tak berhasil dengan cinta pertama mereka, sehingga akhirnya menikah dengan cinta yang hadir dalam kehidupan mereka berikutnya. ceileee...

Aku sendiri... (Curhat mode on) merasakan jika cinta pertamaku tidak berhasil. haha! Aku jatuh cinta pada seseorang yang mungkin tidak pernah tahu kalau aku begitu menyukainya --> miris banget :'( 

Tapi, bukan karena kesalahan dia juga sih. Hanya saja, aku terlalu takut untuk mengungkapkan perasaanku sendiri. Kalau kata Kahitna, 'Aku cinta sendiri'. Ya, aku memilih untuk mencintainya sendirian. Tidak perlu membebani seseorang dan membuatnya merasa tidak nyama dengan perasaan yang aku miliki untuknya. Itu adalah pemikiranku yang polos. Jadi, setelah aku pikirkan, cinta pertamaku tidak berhasil karena aku tidak pernah memperjuangkannya!! Bukan karena kalimat sakral tersebut.

Namun, beda hal dengan mereka yang sudah terlanjur menjalin hubungan dengan sang cinta pertama, dan tetap tidak berhasil. Banyak alasan yang melatar belakangi kandasnya hubungan tersebut. Aku sendiri tidak bisa menghakimi jika alasannya adalah karena mereka tidak bisa memperjuangkan hubungan yang telah mereka rajut.

Tapi, biasanya karena hal tersebut, mereka langsung menjudge jika cinta pertama tidak akan pernah berhasil. Ok, itu hak mereka. Tapi, setelah mengalami dan menyaksikan berbagai macam problema kehidupan tentang cinta pertama, aku meresa jika ketidak berhasilan itu dikarenakan rendahnya tingkat rasa ingin mempertahankan, dan mencoba untuk saling mengerti.

Alasan tidak cocok hanyalah sebuah bentuk ketidakpuasan tanpa usaha untuk saling mengerti satu sama lain, dan sebagai jalan untuk mengakhiri hubungan tersebut. Tapi, kalau memang sudah tidak bisa diperjuangkan maupun dipertahankan, yah... mau bagaimana lagi? Daripada saling menyakiti.

Sekali lagi, ini hanya dari sudut pandangku saja yang masih awam dengan dunia percintaan. Ibarat anak SD yang mencoba untuk memahami pelajaran Fisika. Berbeda pendapat tidak dilarang kok.
Maafkan bahasaku yang kadang sulit dicerna oleh kalian yang sedang baca postingan ini. haha

Dan... untuk cinta pertamaku yang entah apa kabarnya. Yang mungkin tidak pernah tahu kalau aku ada. Sedihnya :(  Semoga kamu selalu bahagia.


 

Minggu, 02 April 2017

Tidak Seperti Angan yang Ada di Awal

Sebenarnya, udah lama banget mau nulis tentang ini. Tentang sesuatu yang awalnya aku anggap mudah, namun nyatanya tidak.

Sejak duduk di bangku TK, aku sudah memiliki keinginan untuk menjadi seorang guru. Waktu itu, keinginan tersebut muncul di dasari atas kekagumanku pada sosok guru yang setiap hari membimbing kami. Aku masih ingat sekali nama beliau adalah Ibu Titik, walaupun sudah delapan belas tahun berlalu.

Kesabarannya menangani kami membuatku terobsesi ingin menjadi seperti dirinya. Ketika masuk ke jenjang sekolah dasar, aku kembali mengagumi sosok guru lainnya. Ia adalah seorang guru matematika. Guru yang disegani oleh murid lainnya, tapi terlihat begitu keren di mataku. Ia termasuk guru yang sangat disiplin. Masuk tepat waktu, dan selalu ingat jika dia sudah memberi PR di hari sebelumnya. Hal ini semakin menumbuhkan keinginanku untuk menjadi seorang guru.

Di tingkat SMP, lagi-lagi aku menemukan sosok guru yang sangat aku kagumi, namun ditakuti oleh teman-temanku yang lain. Begitu pula di SMA. Guru yang dianggap membosankan dan membuat ngantuk menurut teman-temanku, malah menjadi guru yang sangat aku sukai. Mereka selalu berkata jika seleraku agak nyeleneh. Tapi, aku bisa merasakan perhatian yang sangat besar dari guru-guru tersebut untuk kami.

Karena alasan-alasan tersebut, aku pun memantapkan pilihanku untuk menjadi seorang tenaga pendidik. Aku masuk ke perguruan tinggi jurusan pendidikan. Walaupun awalnya sempat salah jurusan ke teknik lingkungan. Aku menjalani kuliah dengan berbagai angan-angan yang terus saja bermunculan.

Aku lebih tepatnya mengambil program studi pendidikan Fisika. Dengan harapan, minimal aku bisa mengajar di tingkat SMP. Namun, sepertinya angan-anganku tidak berjalan dengan mulus. Kampus tempatku menimba ilmu saat itu bekerja sama dengan dinas pendidikan di kotaku. Dan, aku terpilih menjadi salah satu dari mahasiswa yang mengikuti program tersebut.

Aku tidak pernah menyangka jika program tersebut adalah program mengajar di sekolah dasar yang berada di daerah terluar dari kotaku. Aku sama sekali tidak memiliki bayangan jika suatu saat akan mengajar di sekolah dasar. Selama ini, yang aku pelajari adalah ilmu Fisika. Sangat jauh sekali dengan pelajaran tematik yang ada di SD. Lagipula, aku tidak pernah belajar, seperti apa pembelajaran tematik tersebut.

Namun, dengan antusias, aku tetap akan menjalani program ini sampai selesai. Toh, hanya mengajar di SD. Walaupun akan sulit sekali menemukan masalah yang bisa diangkat untuk skripsiku nanti, setidaknya tugasku tidak berat ketika harus disuruh mengajar SD. Hal ini karena pikiran yang aku bangun adalah, mengajar yang paling mudah adalah di tingkat sekolah dasar. Hanya perlu berhadapan dengan anak-anak.

Tapi, lagi-lagi angan yang kubangun kembali runtuh ketika sudah memulai PPL di SD tersebut. Semuanya tidak seenteng apa yang ada di pikiranku. Sebelumnya, aku sudah pernah mengajar di SMP walau hanya beberapa bulan saja. Karena itu, aku bisa merasakan perbedaan yang sangat besar antara saat mengajar anak-anak SD dengang anak-anak SMP.

Aku memutuskan jika mengajar para ABG lebih mudah ketimbang anak-anak. Buang pikiran jika menjadi guru SD itu mudah!! Karena sama sekali tidak demikian. Tugas yang terberat menurutku adalah menjadi tenaga pengajar bagi-anak-anak di usia TK maupun SD. Apalagi jika kita bertemu dengan anak yang kritis. Yang selalu menanyakan hal apa saja yang membuat rasa ingin tahu mereka timbul.

Belum lagi, di usia seperti ini, mereka sedang asik-asiknya meng-imitasi perbuatan dari orang dewasa yang dekat dengan mereka. Dan, perilaku guru adalah media belajar mereka untuk meniru. Jadi, sebagai guru SD, kita harus sangat berhati-hati dalam berkata maupun bertindak.

Walaupun di awal aku merasa sangat berat hingga menangis. Namun, semuanya sudah menguap begitu saja. Karena, dibalik kesulitan itu, ada saat-saat di mana kita akan dibuat tertawa oleh tingkah polos anak-anak tersebut. Bahkan pertanyaan yang mereka ajukan terkadang sangat menghibur. Mungkin, lebih banyak senangnya daripada beratnya mengajar mereka.

Dan, Alhamdulillah. Setelah selesai kuliah, aku juga malah bekerja sebagai guru bantu di salah satu SD yang ada di kotaku. Pengalaman yang didapat saat PPL benar-benar sangat membantu. 

Tulisan ini kubuat hanya untuk mengingatkanku jika pekerjaan apa pun itu, memiliki kesulitan yang pasti harus dihadapi. Walaupun itu adalah pekerjaan yang awalnya kita anggap enteng. Menjadi guru SD awalnya adalah pekerjaan paling mudah yang ada di dalam pikiranku. Namun nyatanya tidak. Tingkat kesabaran yang dimiliki oleh guru SD harus lebih besar. Belum lagi segala RPP yang harus dikerjakan. 

Tapi, ketika pekerjaan di jalani dengan ikhlas, dan kita mencintai pekerjaan tersebut. Sesulit apa pun pekerjaan yang kita hadapi, kita akan tetap menikmatinya dengan rasa syukur karena bisa menjalani hal tersebut. Dan, aku sangat mencintai pekerjaanku. 

Ini hanya curhatan dari seseorang yang baru menikmati pekerjaannya sebagai guru SD. Dan, tulisan ini dibuat hanya untuk menunjukkan kekagumanku pada mereka yang mendedikasikan hidupnya sebagai seorang guru. Entah guru apa pun itu.

Maaf jika tulisan ini sama sekali tidak menghibur. Sekali lagi, ini hanya curhat dari seseorang yang sangat mencintai pekerjaannya sebagai seorang guru.

Sabtu, 16 April 2016

Untukmu yang Tak Sempat Kumiliki

Source: hdwallpapersrocks.com

Langit mungkin masih seperti kemarin.
Matahari terbit di timur, menuju senja yang menanti.
Kucing masih tak suka tikus, dan angsa masih suka menari.
Aku pun masih di sini, merenungimu yang tak mungkin kumiliki.

Dusta, jika aku bahagia melihatmu dengannya.
Dusta, jika ku ikhlaskan hatimu untuknya.
Namun, mulut ini tak berdaya.
Mendustai perasaan seperti jadi kebiasaan.

Senyum palsu selalu jadi andalan.
Menggembok hati, biar tak terluka semakin dalam.
Ku tahu, mungkin kau takkan pernah paham.
Karena ucapan dan keinginanku tak pernah sejalan.

Untuk hati yang ku biarkan pergi.
Aku memang menangis untuk legakan hati.
Bila tiba saatnya, akan aku buka lagi.
Karena takkan pernah ku biarkan hati ini  mati.


Rabu, 30 Maret 2016

Warm House #BahagiadiRumah



Aku bukanlah tipe anak perempuan yang senang kumpul bareng teman ramai-ramai di caffe, yang ngobrolin materi gak penting seputar gebetan dan cinta. Aku lebih ke tipe anak yang lebih senang menghabiskan waktu di rumah, ngejahili adik-adikku, atau mengurung diri di dalam kamar untuk sekedar membaca novel atau komik. Dari aku kecil, orang tuaku sudah sangat menyadari jika anak perempuan mereka satu-satunya ini merupakan seoang introvert. Aku kesulitan bersosialisasi dengan orang-orang di sekitarku.

Mereka mulai menyadari keadaanku ketika aku mulai masuk taman kanak-kanak. Kedua orang tuaku mendapat laporan dari guru kelas jika selama di dalam kelas, aku hanya berbicara dengan satu orang teman saja. Sedangkan saat sedang istirahat, aku lebih memilih menghabiskan waktu di perpustakaan untuk membaca buku-buku cerita (Walaupun belum pandai baca, ngelihat gambarnya aja udah asik kok), daripada bermain di halaman sekolah.

Setelah masuk SD, kondisi ini terus berlanjut. Postur tubuh yang mungil membuat teman-temanku gemas melihatku. Tak jarang aku dikerumuni oleh beberapa orang teman sekaligus. Tapi, tetap saja, aku kesulitan untuk berkomunikasi dengan mereka. Aku dikenal sebagai anak yang pendiam di sekolah.

Tapi, bukan berati aku tidak memiliki teman. Hanya saja, teman yang ku miliki sangat terbatas. Tergantung cocok atau tidaknya chemistry antara mereka denganku. Dan, keadaan yang aku miliki ini tentu saja membuat kedua orang tuaku merasa khawatir. Dengan perlahan, mereka mulai memancingku untuk berinteraksi dengan mereka. Karena tahu dengan hobiku yang senang melihat-lihat gambar di buku cerita, Ayah jadi sering membelikanku majalah-majalah anak. Bergantian, mereka menceritakan cerita-cerita bergambar di dalam majalah. Tak jarang, mereka harus menjawab pertanyaan-pertanyaan di luar nalar yang aku sampaikan pada mereka.

Dan, berkat rasa kebersamaan yang mereka pupuk padaku, perlahan aku mulai membuka diri. Dimulai dengan menjadi pendongeng untuk kedua  adikku. Seiring berjalannya waktu, ayah atau pun ibu kadang mengajak anak-anak lain di sekitarku untuk turut mendengarkan aku bercerita. Berkat hal tersebut, aku pun mulai bisa berinteraksi dengan orang lain di luar keluargaku. Tapi tetap saja, aku lebih senang bermain bersama keluargaku di rumah.

Lambat laun, kedua orang tuaku sudah menyadari jika karakter anak mereka memang seperti itu. Walaupun aku lebih senang berada di rumah, mereka sudah cukup bahagia ketika tahu anaknya sudah dapat berinteraksi dengan orang lain. Mereka sangat senang ketika mendengarku aktif di beberapa ekskul di sekolah, juga di keanggotaan OSIS. Masuk ke jenjang perkuliahan, aku juga aktif di dalam kepengurusan BEM. Hal ini membuat kedua orang tuaku lega. Mereka tidak merasa khawatir lagi padaku, walaupun aku lebih sering menghabiskan waktu di rumah dari pada kumpul bersama teman-temanku.

Tahu anaknya lebih senang berada di rumah membuat kedua orang tuaku selalu berusaha untuk menciptakan suasana yang nyaman dan akrab di dalam rumah. Setiap akhir pekan, ibu selalu mengajak kami semua untuk membuat cemilan yang akan dimakan bersama di malam minggu. Ayah dan Ibu juga memfasilitasi apa yang diperlukan anak-anak mereka, juga selalu mendukung hal-hal positif yang kami lakukan.

Walaupun kadang tak jarang orang membicarakanku yang mereka anggap buang-buang waktu karena menghabiskan waktuku di rumah, aku membalikkan ucapan mereka dengan menghasilkan karya yang membuat kedua orang tuaku bangga. Berkat dukungan mereka akan hobiku yang senang membaca dan menulis cerita, kini aku sudah berhasil menerbitkan tiga buah novel yang sampai saat ini, aku sendiri masih belum percaya jika mereka adalah hasil yang nyata. Bukti jika waktu yang kuhabiskan di rumah selama 22 tahun ini tidak sia-sia seperti yang mereka bicarakan.


Ketiga Novel Milikku

Event Ulang tahun Nova yang ke-28 membuatku memutar ulang kenangan ketika Ibu pertama kali membawa pulang majala Nova ke rumah. Saat itu, aku masih duduk di bangku kelas 8 SMP. Ibu mengajakku untuk mempraktikkan salah satu resep yang ada di dalam majalah Nova. Dan, karena itulah aku juga mulai jatuh cinta pada dunia kuliner. Persepsiku tentang ‘Masak adalah hal yang sulit’ langsung terbantahkan. Resep-resep yang ada di majalah Nova membuat kegiatan memasak menjadi hal yang menyenangkan.

Event NOVAVERSARY juga membuatku menyadari jika tidak ada tempat yang senyaman rumahku. Tempat di mana memori indah yang kami bangun bersama tidak akan pernah lekang di makan usia. Walaupun suatu saat kelak aku akan meninggalkan rumah tempat aku dibesarkan dengan begitu banyak cinta dari orang tuaku, untuk membangun keluarga milikku sendiri. Aku berharap, kehangatan dan cinta yang aku rasakan saat tinggal bersama orang tua dan kedua adikku, bisa aku hadirkan di keluarga milikku nanti. 

Semoga, Nova juga selalu bisa menghadirkan berita-berita bermanfaat untuk seterusnya. Jadi, bukan hanya di angka 28, tapi terus hingga mencapai 50 atau bahkan lebih dari itu. Hingga kelak, aku bisa membacanya bersama anak-anakku. Seperti aku dan Ibu dulu.