Minggu, 16 Juni 2013

Sejarah Perkembangan Optik Masing- Masing Periode (BOER JACOB 1968)

1.              Periode 1(Antara zaman purbakala s.d. 1500)
  1. Mozi ( 476 SM - 486 SM)
           Mo zi (cina, lahir di  476 SM - 486 SM, seorang ideolog besar dan politisi dan ilmuwan alam. Dalam pembacaan mo nya, film dokumenter pertama tentang optik di dunia, menggambarkan pengetahuan optik dasar, termasuk definisi dan menciptakan visi , propagasi cahaya dalam garis lurus, lubang jarum pencitraan, hubungan antara objek dan gambar di pesawat cermin, cermin cembung dan cermin cekung.
  1. Eulid (Yunani, 275 SM - 330 SM)
Euclid (Yunani, 275 SM - 330 SM) Dalam Optica, ia mencatat bahwa perjalanan cahaya dalam garis lurus dan menjelaskan hukum refleksi. Dia percaya bahwa visi melibatkan sinar pergi dari mata ke obyek yang dilihat dan dia mempelajari hubungan antara ukuran nyata dari objek dan sudut bahwa mereka subtend di mata.
c.                   Claudius Ptolemy (Yunani, (90 M – 168 M)
Claudius Ptolemy (Yunani, 90 M - 168 M). Dalam terjemahan Latin dari abad kedua belas dari bahasa Arab yang ditugaskan untuk Ptolemy, sebuah studi refraksi, termasuk refraksi atmosfer. Disarankan bahwa sudut bias sebanding dengan sudut insiden.
d.                  Al-Kindi (801 M - 873 M)
Ilmuwan Muslim pertama yang mencurahkan pikirannya untuk mengkaji ilmu optik adalah Al-Kindi (801 M – 873 M). Hasil kerja kerasnya mampu menghasilkan pemahaman baru tentang refleksi cahaya serta prinsip-prinsip persepsi visual.
Buah pikir Al-Kindi tentang optik terekam dalam kitab berjudul De Radiis Stellarum. Buku yang ditulisnya itu sangat berpengaruh bagi sarjana Barat seperti Robert            Grosseteste dan Roger            Bacon.

            Tak heran, bila teori-teori yang dicetuskan Al-Kindi tentang ilmu optik telah menjadi hukum-hukum perspektif di era Renaisans Eropa. Secara lugas, Al-Kindi menolak konsep tentang penglihatan yang dilontarkan Aristoteles. Dalam pandangan ilmuwan Yunani itu, penglihatan merupakan bentuk yang diterima mata dari obyek yang sedang dilihat. Namun, menurut Al-Kindi penglihatan justru ditimbulkan daya pencahayaan yang berjalan dari mata ke obyek dalam bentuk kerucut radiasi yang padat.
e.                   Ibnu Sahl (940 M - 1000 M)
Seabad kemudian, sarjana Muslim lainnya yang menggembangkan ilmu optik adalah Ibnu Sahl (940 M – 1000 M). Sejatinya, Ibnu Sahl adalah seorang matematikus yang mendedikasikan dirinya di Istana Baghdad. Pada tahun 984 M, dia menulis risalah yang berjudul On Burning Mirrors and Lenses (pembakaran dan cermin dan lensa). Dalam risalah itu, Ibnu Sahl mempelajari cermin membengkok        dan      lensa    membengkok   serta     titik      api           cahaya.
            Ibnu Sahl pun menemukan hukum refraksi (pembiasan) yang secara matematis setara dengan hukum Snell. Dia menggunakan hukum tentang pembiasan cahaya untuk memperhitungkan bentuk-bentuk lensa dan cermin yang titik fokus cahanya berada di sebuah titik di poros.
f.                   Ibnu Al-Haitam (965M – 1040 M)
Ilmuwan Muslim yang paling populer di bidang optik adalah Ibnu Al-Haitham (965 M – 1040 M). Menurut Turner, Al-Haitham adalah sarjana Muslim yang mengkaji ilmu optik dengan kualitas riset yang tinggi dan sistematis. “Pencapaian         dan      keberhasilannya           begitu  spektakuler,”.
          
 Al-Haitham adalah sarjana pertama menemukan pelbagai data penting mengenai cahaya. Salah satu karyanya yang paling fenomenal adalah Kitab Al-Manazir (Buku Optik). Dalam kitab itu, ia menjelaskan beragam fenomena cahaya termasuk sistem penglihatan manusia. Saking fenomenalnya, kitab itu telah menjadi buku rujukan paling penting dalam ilmu optik. Selama lebih dari 500 tahun buku dijadikan pegangan.
           Pada tahun 1572 M, Kitab Al-Manadzir diterjemahkan kedalam bahasa Latin Opticae Thesaurus. Dalam kitab itu, dia mengupas ide-idenya tentang cahaya. Sang ilmuwan Muslim itu meyakini bahwa sinar cahaya keluar dari garis lurus           dari setiap titik di permukaan yang     bercahaya.

           Selain itu, Al-Haitham memecahkan misteri tentang lintasan cahaya melalui berbagai media melalui serangkaian percobaan dengan tingkat ketelitian yang tinggi. Keberhasilannya yang lain adalah ditemukannya teori pembiasan cahaya. Al-Haitham pun sukses melakukan eksperimen pertamanya tentang penyebaran cahaya           terhadap berbagai        warna.

          Tak cuma itu, dalam kitab yang ditulisnya, Alhazen  begitu dunia Barat menyebutnya  juga menjelaskan tentang ragam cahaya yang muncul saat matahari terbenam. Ia pun mencetuskan teori tentang berbagai macam fenomena fisik seperti bayangan, gerhana, dan juga pelangi. Ia juga melakukan percobaan untuk menjelaskan penglihatan binokular dan memberikan penjelasan yang benar tentang peningkatan ukuran matahari dan bulan ketika mendekati       horison.

          Keberhasilan lainnya yang terbilang fenomenal adalah kemampuannya menggambarkan indra penglihatan manusia secara detail. Tak heran, jika ‘Bapak Optik’ dunia itu mampu memecahkan rekor sebagai orang pertama yang menggambarkan seluruh detil bagian indra pengelihatan manusia. Hebatnya lagi, ia mampu menjelaskan secara ilmiah proses bagaimana  manusia     bisa      melihat.

           Teori yang dilahirkannya juga mampu mematahkan teori penglihatan yang diajukan dua ilmuwan Yunani, Ptolemy dan Euclid. Kedua ilmuwan ini menyatakan bahwa manusia bisa melihat karena ada cahaya keluar dari mata yang mengenai objek. Berbeda dengan keduanya, Ibnu Haytham mengoreksi teori ini dengan menyatakan bahwa justru objek yang dilihatlah yang mengeluarkan cahaya yang kemudian ditangkap mata sehingga bias terlihat.

           Secara detail, Al-Haitham pun menjelaskan sistem penglihatan mulai dari kinerja syaraf di otak hingga kinerja mata itu sendiri. Ia juga menjelaskan secara detil bagian dan fungsi mata seperti konjungtiva, iris, kornea, lensa, dan menjelaskan peranan masing-masing terhadap penglihatan manusia. Hasil penelitian Al-Haitham itu lalu dikembangkan Ibnu Firnas di Spanyol dengan membuat     kacamata.

           Dalam buku lainnya yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris berjudul Light dan On Twilight Phenomena Al-Haitham membahas mengenai senja dan lingkaran cahaya di sekitar bulan dan matahari serta bayang-bayang dan gerhana. Menurut Al-Haitham, cahaya fajar bermula apabila matahari berada di garis 19 derajat ufuk timur. Warna merah pada senja akan hilang apabila matahari berada di garis 19 derajat ufuk barat. Ia pun menghasilkan kedudukan cahaya seperti bias cahaya dan   pembalikan      cahaya.

           Al-Haitham juga mencetuskan teori lensa pembesar. Teori itu digunakan para saintis di Italia untuk menghasilkan kaca pembesar pertama di dunia. Pada abad ke-13 M, fisikawan Muslim lainnya yang banyak berkontribusi dalam bidang optik adalah Kamaluddin Al-Farisi. Dia mampu menjelaskan fenomena pelangi. Melalui penelitian yang dilakukannya, ia berhasil mengungkapkan bagaimana cahaya matahari direfraksi melalui hujan serta terbentuknya pelangi primer dan sekunder. Itulah peran sarjana Muslim di era kekhalifahan dalam bidang optik.

g.               Kamal al-Din al-Farisi (1267M – 1319 M)
            Kamal al-Din al-Farisi adalah seorang ahli fisika Muslim terkemuka dari Persia. Ia dilahirkan di kota Tabriz, Persia  sekarang Iran-  pada 1267 M dan meninggal pada  1319 M.  Ilmuwan yang bernama lengkap Kamal al-Din Abu'l-Hasan Muhammad Al-Farisi itu kesohor dengan kontribusinya tentang optik serta teori angka.
               Ia merupakan murid seorang astronom dan ahli matematika terkenal, Qutb al-Din al-Shirazi (1236-1311), yang  juga murid Nasiruddin al-Tusi.  Dalam bidang optik, al-Farisi berhasil merevisi teori pembiasan cahaya yang dicetuskan para ahli fisika sebelumnya. Gurunya, Shirazi memberi saran agar al-Farisi membedah teori pembiasan cahaya yang telah ditulis ahli fisika Muslim legendaris Ibnu            al-Haytham     (965-1039).

           Secara mendalam, al-Farisi melakukan studi secara mendala mengenai risalah optik yang ditulis pendahuluannya itu. Sang guru juga menyarankannya agar melakukan revisi terhadap karya Ibnu Haytham. Buku hasil revisi terhadap pemikiran al-Hacen – nama panggilan Ibnu Haytham di Barat -- tersebut kemudian jadi sebuah adikarya, yakni  Kitab Tanqih al-Manazir (Revisi tentang Optik).
           Kitab Tanqih merupakan pendapat dan pandangan al-Farisi terhadap buah karya Ibnu Haytham. Dalam pandangannya, tak semua teori optik yang diajukan Ibnu Haytham menemukan kebenaran. Guna menutupi kelemahan teori Ibnu Haytham, al-Farisi Al-Farisi lalu mengusulkan teori alternatif. Sehingga, kelemahan dalam teori optik Ibnu Haytham dapat disempurnakan.
Salah satu bagian yang paling penting dalam karya al-Farisi adalah komentarnya tentang teori pelangi. Ibnu Haytham sesungguhnya mengusulkan sebuah teori, tapi al-Farisi mempertimbangkan dua teori yakni teori Ibnu Haytham dan teori Ibnu Sina (Avicenna) sebelum mencetuskan teori baru. Teori yang diusulkan al-Farisi  sungguh luar biasa. Ia mampu menjelaskan fenomena alam bernama pelangi menggunakan matematika.
h.             Roger Baconn (Inggris, 1214 M – 1292 M)
           Roger Bacon (Inggris, 1214-1292). Seorang pengikut Grosseteste di Oxford, Bacon diperpanjang bekerja Grosseteste pada optik. Ia menganggap bahwa kecepatan cahaya yang terbatas dan itu disebarkan melalui media dengan cara yang analog dengan propagasi suara. Dalam karyanya Opus Maius, Bacon menggambarkan penelitian tentang perbesaran benda kecil menggunakan lensa cembung dan menyarankan bahwa mereka bisa menemukan aplikasi di koreksi penglihatan yang cacat. Dia menghubungkan fenomena pelangi dengan refleksi sinar matahari dari air hujan individu.
i.                 Leonardo da Vinci (Italia, 1452 - 1519)
Sebagai seorang seniman terkenal dunia dan ilmuwan, Leonardo da Vinci (Italia, 1452-1519) visioner pengamatan dan sketsa merintis studi tentang anatomi manusia membuka jalan penemuan masa depan di bidang medis. Ia berbicara panjang lebar pada optik fisiologis mengenai mata manusia.
2.              Periode 2 (Sekitar 1550 – 1800)
a.                   Johannes Kepler (1571 - 1630)
Johannes Kepler (Jerman ,1571-1630). Dalam bukunya Iklan Vitellionem Paralipomena, Kepler menyatakan bahwa intensitas cahaya dari sumber titik berbanding terbalik dengan kuadrat jarak dari sumbernya, cahaya yang dapat diperbanyak melalui jarak jauh tanpa batas dan bahwa kecepatan propagasi adalah tak terbatas. Dia menjelaskan visi sebagai konsekuensi dari pembentukan gambar pada retina oleh lensa pada mata dan benar menggambarkan penyebab panjang-sightedness       dan      kecupetan.
          Dalam Dioptrice, Kepler disajikan penjelasan tentang prinsip-prinsip yang terlibat dalam mikroskop lensa konvergen / divergen dan teleskop. Dalam risalah yang sama, ia menyarankan agar teleskop dapat dibangun menggunakan tujuan konvergen dan lensa mata konvergen dan menggambarkan kombinasi lensa yang kemudian akan menjadi dikenal sebagai lensa tele. Ia menemukan refleksi internal total, tetapi tidak dapat menemukan hubungan yang memuaskan antara sudut datang dan sudut bias.
b.        Van Roijen Willebord Snell (Belanda , 1580 - 1626)
Van Roijen Willebrord Snell (Belanda ,1580-1626). Meskipun ia menemukan hukum refraksi, secara optik geometris modern, pada tahun 1621, ia tidak mempublikasikan hal itu.
 Penemuan Snell tentang pembiasan tidak disebutkan dalam hal kecepatan cahaya. Kecepatan cahaya dalam ruang kosong tidak ditentukan sampai 1676, dan kecepatan di air tidak diukur sampai 1850. Dari pengamatannya, bagaimanapun, Snell didefinisikan indeks bias sebagai rasio dari sinus dari sudut insiden ke sinus dari sudut pembiasan. Hubungan ini dikenal sebagai hukum Snell.
c.                   Rene Descartes (Perancis, 1596 - 1650)
            Para matematikawan dan filsuf Rene Descartes (Perancis, 1596-1650) menerbitkan karya Snell pada tahun 1637 di Dioptrique La nya. Descartes menentukan sudut refraksi dan menunjukkan hukum sinus dari refraksi optik yang Willebrord Snell sebelumnya berasal.

d.      Francesco Maria Gimaldi (Italia, 1618 - 1663)      
            Francesco Maria Grimaldi (Italia, 1618-1663). Dalam Physico-mathesis nya lumine de, coloribus et Iride, diterbitkan pada 1655, menggambarkan pengamatan difraksi ketika ia melewati cahaya putih melalui lubang kecil. Grimaldi menyimpulkan bahwa cahaya adalah cairan yang menunjukkan gelombang-seperti gerakan.

e.            Robert Hooke (Inggris, 1635 - 1703)
Robert Hooke (Inggris, 1635-1703) tertarik pada eksperimen Grimaldi, dia mengulangi hal itu. Pada 1655, Hooke diterbitkan risalahnya, Micrographia. Dalam buku itu, dijelaskan Hooke pengamatan dengan mikroskop senyawa yang memiliki lensa objektif dan lensa konvergen mata konvergen. Dalam buku yang sama, ia menggambarkan pengamatannya dari warna yang dihasilkan dalam serpihan dari mika, gelembung sabun dan film minyak di atas air. Dia mengakui bahwa warna diproduksi di mika serpih ini terkait dengan ketebalan mereka tetapi tidak mampu untuk membangun hubungan yang pasti antara ketebalan dan warna. Hooke diajukan sebuah teori gelombang untuk propagasi cahaya.
f.              Isaac Newton (Inggris, 1642 - 1727)
Isaac Newton (Inggris, 1642-1727) telah melolong sukses di optik. Pada 1666, ketika ia berlibur di rumah, ia menemukan pemecahan atas cahaya putih menjadi warna komponennya ketika melewati sebuah prisma. Pada 1668, sebagai solusi untuk masalah chromatic aberration dipamerkan oleh teleskop pembiasan, Newton dibangun teleskop refleksi pertama. Pada 1672, pengamatan sebelumnya Newton pada dispersi sinar matahari saat melewati sebuah prisma dilaporkan ke Royal Society. Newton menyimpulkan bahwa sinar matahari terdiri dari cahaya warna yang berbeda yang dibiaskan oleh kaca untuk luasan yang berbeda. Ini adalah awal dari optik fisik.
Newton 's Opticks diterbitkan pada 1704. Dalam buku itu, Newton mengemukakan pandangannya bahwa cahaya adalah partikel tetapi bahwa partikel dapat merangsang gelombang di aether. Kepatuhan-Nya kepada sifat partikel cahaya didasarkan terutama pada anggapan bahwa perjalanan cahaya dalam garis lurus sedangkan gelombang bisa menekuk ke daerah bayangan.


g.               Christian Huygens (Belanda , 1629 - 1695)
Christiaan Huygens (Belanda, 1629-1695), seorang ilmuwan fisik dan astronom dan ahli matematika. Dalam de Traité nya Lumiere pada tahun 1690, Huygens mengemukakan teori gelombang cahaya nya. Dia dianggap ringan yang ditularkan melalui eter meresapi segala yang dibuat dari partikel-partikel kecil yang elastis, yang masing-masing dapat bertindak sebagai sumber sekunder wavelet. Atas dasar ini, Huygens menjelaskan banyak karakteristik propagasi cahaya diketahui, termasuk refraksi ganda di kalsit ditemukan oleh Bartholinus pada 1669. Dia memecah monopoli teori partikel Newton cahaya.
3.        Periode 3 (Periode singkat, 1800 – 1890)
a.                  Thomas Young (Inggris, 1773 - 1829)
Thomas Young (Inggris, 1773-1829). Dilakukan percobaan yang sangat infered sifat gelombang cahaya. Karena ia percaya bahwa cahaya terdiri dari gelombang, muda beralasan bahwa beberapa jenis interaksi akan terjadi ketika dua gelombang cahaya bertemu. Tutorial interaktif ini mengeksplorasi bagaimana gelombang cahaya koheren berinteraksi ketika melewati dua celah berjarak dekat.
b.                    Etiene Louis Malus (Perancis, 1755 - 1812)
Etienne Louis Malus (Perancis, 1755-1812). Pada 1808, sebagai hasil pengamatan cahaya yang dipantulkan dari jendela Luxembourg Palais di Paris melalui kristal kalsit seperti yang diputar, Malus menemukan efek yang kemudian menyebabkan kesimpulan bahwa cahaya dapat terpolarisasi oleh refleksi.
c.                David Brewster (Skotlandia, 1781 - 1868)
David Brewster (Skotlandia ,1781-1868). Dia mencatat terutama untuk penelitian ke dalam polarisasi cahaya. Pada tahun 1814, Brewster menunjukkan bahwa ada hubungan antara sudut kejadian di mana sinar cahaya yang dipantulkan dari sebuah interface benar-benar pesawat terpolarisasi: indeks bias adalah sama dengan persoalan dari sudut.
d.               Dominique Jean Francois Arago (Prancis, 1786 - 1853)
 Dominique Jean Francois Arago (Prancis , 1786-1853) Selama abad ke-19, ada kontroversi besar mengenai sifat cahaya - cahaya baik ada sebagai partikel, atau sebagai gelombang. Arago adalah yang terbaik dikenal untuk membantu menyelesaikan perdebatan ini. Awalnya pendukung teori partikel penelitian, polarisasi ia melakukan bekerjasama dengan Augustin Jean Fresnel-berubah pikiran. Pada 1811, pasangan ini menemukan bahwa dua berkas cahaya terpolarisasi dalam arah tegak lurus tidak mengganggu, akhirnya menghasilkan dalam pengembangan teori gelombang cahaya transversal.
e.                   Augustin Jean Fresnel (Prancis, 1788 - 1827)
Augustin Jean Fresnel (Prancis ,1788-1827). Independen menemukan kembali interferensi dan mulai mempelajari teori gelombang cahaya.
Difraksi efek, seperti tepi samar bayangan dan bayangan pinggiran, diketahui telah diamati pada awal abad ke-17. Namun, sebelum penemuan gangguan pada tahun 1801, baik teori gelombang maupun teori partikel bisa menawarkan penjelasan yang cocok untuk efek.
Di tahun 1816, Fresnel menunjukkan bahwa fenomena difraksi berbagai sepenuhnya dijelaskan oleh interferensi gelombang cahaya. Sebagai hasil dari penyelidikan oleh Arago Fresnel dan pada gangguan cahaya terpolarisasi dan interpretasi selanjutnya mereka dengan Thomas Young, disimpulkan bahwa gelombang cahaya yang transversal dan tidak, seperti yang telah diperkirakan sebelumnya, longitudinal.

f.                   Simeon Clerk Maxwell (Prancis, 1781 – 1840)
Simeon-Denis Poisson (Prancis, 1781-1840). Pada tahun 1819, seorang ahli matematika dari peringkat pertama, adalah salah satu panel juri dari Akademi Ilmu Pengetahuan Perancis tentang esai terbaik meliputi teori gelombang cahaya pada tahun 1817. Dia juga kebetulan seorang mukmin sangat kuat dalam teori partikel cahaya Newton dan mampu, menggunakan matematika Fresnel, untuk memperoleh sebuah prediksi dia yakin akan menghancurkan teori gelombang cahaya .
g.                  James Clerk Maxwell (Skotlandia, 1831 – 1879)
James Clerk Maxwell (Skotlandia, 1831-1879). Pada tahun 1865 dari studi tentang persamaan menggambarkan medan listrik dan magnetik, ditemukan bahwa kecepatan gelombang elektromagnetik harus, dalam kesalahan eksperimental, menjadi sama dengan kecepatan cahaya. Maxwell menyimpulkan bahwa cahaya adalah bentuk dari gelombang elektromagnetik
4.                  Periode 4 (Tahun 1887 s.d. 1925)
a.                              Albert Eeinstein (Jerman, 1879 -1955)
Albert Einstein (Jerman, 1879-1955). Sangat diyakini sifat yang konsisten di semua physicses, sehingga teori elektromagnetik Maxwell harus konsisten dengan teori mekanika klasik Newton.
Pada tahun 1905, Einstein menerbitkan teori relativitas khusus yang didasarkan pada saran yang luar biasa bahwa kecepatan cahaya tetap konstan untuk semua pengamat independen dari kecepatan relatif mereka. Namun itu berasal dari waktu yang Einstein adalah anak laki-laki ketika ia mencoba membayangkan apa yang akan terjadi jika dia bergerak pada kecepatan yang sama seperti sebuah berkas cahaya. Tentu saja jika gagasan bahwa kecepatan cahaya adalah sama untuk semua pengamat tampaknya sulit untuk memahami, maka demikian akan pandangan klasik yang akan menunjukkan bahwa jika seseorang dapat melakukan perjalanan lebih cepat daripada cahaya maka orang bisa berangkat melakukan perjalanan dan tiba segera untuk dapat melihat ke belakang dan melihat diri sendiri.
Pada tahun yang sama, ia menjelaskan efek fotolistrik pada dasar bahwa cahaya adalah terkuantisasi, yang kuanta kemudian menjadi dikenal sebagai foton. Teori kuanta cahaya adalah indikasi kuat dari dualitas gelombang-partikel , konsep bahwa sistem fisik dapat menampilkan seperti gelombang dan partikel-seperti properti, dan itu digunakan sebagai prinsip dasar oleh pencipta mekanika kuantum. Sebuah gambaran lengkap tentang efek fotolistrik hanya diperoleh setelah jatuh tempo mekanika kuantum. Pada tahun 1915 Einstein menerbitkan teori relativitas umum yang diprediksi pembengkokan sinar cahaya yang melewati medan gravitasi.
Pada 1916 Einstein yang ditawarkan teori rangsangan cahaya bahwa emisi terstimulasi cahaya adalah proses yang harus terjadi di samping penyerapan dan emisi spontan, itu adalah yang pertama memahami 'laser'. Pada tahun 1915 Einstein menerbitkan teori relativitas umum yang diprediksi pembengkokan sinar cahaya yang melewati medan gravitasi.
             Pada 1916 Einstein yang ditawarkan teori rangsangan cahaya bahwa emisi terstimulasi cahaya adalah proses yang harus terjadi di samping penyerapan dan emisi spontan, itu adalah yang pertama memahami 'laser'.
5.                  Periode 5 (Tahun 1925 s.d. sekarang )
a.                  Michelson (Amerika, 1852 -1931)
Pada tahun 1926, Michelson (Amerika ,1852-1931) melakukan percobaan yang terakhir dan paling akurat untuk menentukan kecepatan cahaya. Menggunakan jalan cahaya dengan panjang 35 km dari Mount Wilson observatorium untuk teleskop di Gunung San Antonio, ia menemukan nilai 299.796 km per detik.
b.                  Walter Geffcken (Jerman , 1872 – 1950)
Pada tahun 1939, Walter Geffcken (Jerman, 1872-1950), menggambarkan filter gangguan transmisi.

c.                   Dennis Gabor (Hungaria, 1900 – 1979)
Pada tahun 1948, Dennis Gabor (Hungaria, 1900-1979), menggambarkan prinsip-prinsip rekonstruksi wavefront, kemudian menjadi dikenal sebagai holografi.
d.                  Arthur Schawlow L (Amerika, 1921 – 1999)

Pada tahun 1958, Arthur Schawlow L (Amerika ,1921-1999) dan Charles Townes H (Amerika, 1915 -) menerbitkan sebuah makalah berjudul "Maser Infrared dan Optical" di mana ia mengusulkan bahwa prinsip maser dapat diperluas ke daerah terlihat dari spektrum memunculkan apa yang kemudian menjadi dikenal sebagai 'laser'. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar