Aku bukanlah tipe anak perempuan
yang senang kumpul bareng teman ramai-ramai di caffe, yang ngobrolin materi gak
penting seputar gebetan dan cinta. Aku lebih ke tipe anak yang lebih senang
menghabiskan waktu di rumah, ngejahili adik-adikku, atau mengurung diri di
dalam kamar untuk sekedar membaca novel atau komik. Dari aku kecil, orang tuaku
sudah sangat menyadari jika anak perempuan mereka satu-satunya ini merupakan seoang
introvert. Aku kesulitan
bersosialisasi dengan orang-orang di sekitarku.
Mereka mulai menyadari keadaanku
ketika aku mulai masuk taman kanak-kanak. Kedua orang tuaku mendapat laporan
dari guru kelas jika selama di dalam kelas, aku hanya berbicara dengan satu
orang teman saja. Sedangkan saat sedang istirahat, aku lebih memilih
menghabiskan waktu di perpustakaan untuk membaca buku-buku cerita (Walaupun
belum pandai baca, ngelihat gambarnya aja udah asik kok), daripada bermain di
halaman sekolah.
Setelah masuk SD, kondisi ini
terus berlanjut. Postur tubuh yang mungil membuat teman-temanku gemas
melihatku. Tak jarang aku dikerumuni oleh beberapa orang teman sekaligus. Tapi,
tetap saja, aku kesulitan untuk berkomunikasi dengan mereka. Aku dikenal
sebagai anak yang pendiam di sekolah.
Tapi, bukan berati aku tidak
memiliki teman. Hanya saja, teman yang ku miliki sangat terbatas. Tergantung cocok
atau tidaknya chemistry antara mereka denganku. Dan, keadaan yang aku miliki
ini tentu saja membuat kedua orang tuaku merasa khawatir. Dengan perlahan,
mereka mulai memancingku untuk berinteraksi dengan mereka. Karena tahu dengan
hobiku yang senang melihat-lihat gambar di buku cerita, Ayah jadi sering
membelikanku majalah-majalah anak. Bergantian, mereka menceritakan
cerita-cerita bergambar di dalam majalah. Tak jarang, mereka harus menjawab
pertanyaan-pertanyaan di luar nalar yang aku sampaikan pada mereka.
Dan, berkat rasa kebersamaan yang
mereka pupuk padaku, perlahan aku mulai membuka diri. Dimulai dengan menjadi
pendongeng untuk kedua adikku. Seiring berjalannya
waktu, ayah atau pun ibu kadang mengajak anak-anak lain di sekitarku untuk turut
mendengarkan aku bercerita. Berkat hal tersebut, aku pun mulai bisa
berinteraksi dengan orang lain di luar keluargaku. Tapi tetap saja, aku lebih
senang bermain bersama keluargaku di rumah.
Lambat laun, kedua orang tuaku
sudah menyadari jika karakter anak mereka memang seperti itu. Walaupun aku
lebih senang berada di rumah, mereka sudah cukup bahagia ketika tahu anaknya
sudah dapat berinteraksi dengan orang lain. Mereka sangat senang ketika
mendengarku aktif di beberapa ekskul di sekolah, juga di keanggotaan OSIS. Masuk
ke jenjang perkuliahan, aku juga aktif di dalam kepengurusan BEM. Hal ini
membuat kedua orang tuaku lega. Mereka tidak merasa khawatir lagi padaku,
walaupun aku lebih sering menghabiskan waktu di rumah dari pada kumpul bersama
teman-temanku.
Tahu anaknya lebih senang berada
di rumah membuat kedua orang tuaku selalu berusaha untuk menciptakan suasana
yang nyaman dan akrab di dalam rumah. Setiap akhir pekan, ibu selalu mengajak
kami semua untuk membuat cemilan yang akan dimakan bersama di malam minggu. Ayah
dan Ibu juga memfasilitasi apa yang diperlukan anak-anak mereka, juga selalu
mendukung hal-hal positif yang kami lakukan.
Walaupun kadang tak jarang orang
membicarakanku yang mereka anggap buang-buang waktu karena menghabiskan waktuku
di rumah, aku membalikkan ucapan mereka dengan menghasilkan karya yang membuat
kedua orang tuaku bangga. Berkat dukungan mereka akan hobiku yang senang
membaca dan menulis cerita, kini aku sudah berhasil menerbitkan tiga buah novel
yang sampai saat ini, aku sendiri masih belum percaya jika mereka adalah hasil
yang nyata. Bukti jika waktu yang kuhabiskan di rumah selama 22 tahun ini tidak
sia-sia seperti yang mereka bicarakan.
 |
Ketiga Novel Milikku |
Event Ulang tahun Nova yang ke-28
membuatku memutar ulang kenangan ketika Ibu pertama kali membawa pulang majala
Nova ke rumah. Saat itu, aku masih duduk di bangku kelas 8 SMP. Ibu mengajakku
untuk mempraktikkan salah satu resep yang ada di dalam majalah Nova. Dan,
karena itulah aku juga mulai jatuh cinta pada dunia kuliner. Persepsiku tentang
‘Masak adalah hal yang sulit’ langsung terbantahkan. Resep-resep yang ada di
majalah Nova membuat kegiatan memasak menjadi hal yang menyenangkan.
Event
NOVAVERSARY juga membuatku
menyadari jika tidak ada tempat yang senyaman rumahku. Tempat di mana memori
indah yang kami bangun bersama tidak akan pernah lekang di makan usia. Walaupun
suatu saat kelak aku akan meninggalkan rumah tempat aku dibesarkan dengan
begitu banyak cinta dari orang tuaku, untuk membangun keluarga milikku sendiri.
Aku berharap, kehangatan dan cinta yang aku rasakan saat tinggal bersama orang
tua dan kedua adikku, bisa aku hadirkan di keluarga milikku nanti.
Semoga, Nova juga selalu bisa menghadirkan berita-berita bermanfaat untuk seterusnya. Jadi, bukan hanya di angka 28, tapi terus hingga mencapai 50 atau bahkan lebih dari itu. Hingga kelak, aku bisa membacanya bersama anak-anakku. Seperti aku dan Ibu dulu.