Aku melihatnya dengan mata kepalau sendiri, kalau dia sedang jalan
berdua bersama dengan wanita lain. Sama seperti yang di katakan oleh
sahabat-sahabatku. Tapi, pikiranku selalu memerintahkan, seolah mataku tak
pernah melihatnya.
***
Aku menanyakan keberadaannya kemarin. Dan, dengan tenang ia
menjawab semua pertanyaan yang aku ajukan.
“Aku pergi membeli ini,” ujarnya sambil menyerahkan kotak kecil
padaku.
“Kau membeli hadiah ini untukku?”
“Tentu saja. Setiap melihat barang-barang seperti itu, yang terlintas
di pikiranku adalah kamu.”
Hanya dengan beberapa patah kalimat itu saja, ia sudah berhasil
meluluhkan hatiku. Yang sebelumnya terasa begitu menyakitkan, kini berubah
menjadi perasaan yang begitu membahagiakan.
Aku tahu, kalimat yang di ucapkannya adalah kebohongan belaka. Tapi
dengan kebohongannya itu, ia malah berhasil menyalakan kembang api cinta di
dalam hatiku. Walaupun aku tahu semuanya bohong, tapi, aku tetap menyukainya.
Aku tidak perduli jika hatiku harus terus terluka karena sikapnya
yang sering mendua di belakangku. Cukup mendengar kebohongan manis darinya, aku
sudah merasa tenang. Karena, aku tahu, aku tidak bisa kalau bukan dia.
Sehingga, terluka pun aku ikhlas. Asal bisa terus bersamanya. Mereka
bilang aku terlalu naif. Seharusnya aku sudah meninggalkannya. Tapi, mereka
tidak pernah tahu bagaimana dengan hatiku. Tidak semudah itu aku bisa
memutuskan untuk meninggalkannya.
Walapun cinta yang ia berikan untukku juga suatu kebohongan. Aku sudah
merasa cukup puas dengan semua itu. Naif kah aku? Ya, aku memang naif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar