BAB
I.
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Ternyata,
puncak kejayaan pestisida sekitar tahun 1984-1985 telah membawa dampak yang
sangat dahsyat terhadap ekosistem yang ada. Meskipun penggunaan pestisida makin
ditingkatkan , masalah hama-hama terutama wereng tidak dapat diatasi, malah
makin mengganas. Kita tidak sadar, bahwa mengganasnya hama wereng tersebut
akibat penggunaan pestisida yang berlebihan. Pestisida juga menimbulkam masalah
lingkungan seperti matinya makhluk bukan sasaran (ikan, ular, katak, belut,
bebek, ayam, cacing tanah dan serangga penyerbuk) dan musuh alami (predator,
parasitoid), residu pestisida dalam bahan makanan, pencemaran air, tanah, udara
dan keracunan pada manusia serta ongkos produksi yang sangat mahal dan sia-sia.
Gejala
keracunan pada manusia yang timbul secara umum badan lemah atau lemas.Pada
kulit, menyebabkan iritasi seperti terbakar, keringat berlebihan, noda.Pada
mata, gatal, merah berair, kabur atau tidak jelas, bola mata mengecil atau
membesar.Pengaruh pestisida pada sistem pencernaan seperti rasa terbakar pada
mulut dan tenggorokan, liur berlebihan, mual, muntah, sakit perut dan
diare.Sedang pada sistem syaraf, seperti sakit kepala, pusing, bingung,
gelisah, otot berdenyut, berjalan terhuyung-huyung, bicara tak jelas,
kejang-kejang tak sadar.Pada sistem pernafasan, batuk, sakit dada dan sesak
nafas, kesulitan bernafas dan nafas bersuara.
Kenyataan
ini mendorong pemerintah secara bertahap mengubah kebijakan pemberantasan hama
dari pendekatan UNILATERAL ke pendekatan yang KOMPREHENSIF, berdasarkan
prinsip-prinsip ekologis yang dikenal dengan PENGELOLAAN HAMA TERPADU (PHT).
Akhirnya tahun 1986, pemerintah melarang penggunaan 57 formulasi pestisida pada
padi dan tahun 1996 melarang ke 57 formulasi tersebut pada semua tanaman dan
tidak menerima lagi pendaftaran ulang bagi pestisida yang sudah berakhir masa
berlakunya. Diantaranya DDT, Thiodan 35 EC, Nuvacron 150 WSC, Basudin 60 EC,
Azodrin 15 WSC, dll. Larangan tersebut diikuti dengan pencabutan subsidi
pestisida sekitar tahun 1989 sehingga harga melambung tinggi. Dukungan politik
PHT dengan dikeluarkannya INPRES No. 3/1986 dan diperkuat dengan Undang-Undang
No. 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, khususnya pada pasal 20
tentang Sistem PHT dan pasal 21 tentang kegiatan perlindungan tanaman serta
pasal 40 tentang larangan atau pembatasan penggunaan pestisida tertentu.
PHT adalah
suatu cara pendekatan/cara berfikir/falsafah pengendalian hama didasarkan pada
pertimbangan ekologi dan efisiensi ekonomi dalam kerangka pengelolaan
agroekosistem secara keseluruhan. Konsep PHT merupakan suatu konsep atau cara
pendekatan pengendalian hama yang secara prinsip berbeda dengan konsep
pengendalian hama konvensional yang selama ini sangat tergantung pada
pestisida. Konsep ini timbul dan berkembang di seluruh dunia kerena kesadaran
manusia terhadap bahaya penggunaan pestisida yang terus meningkat bagi
lingkungan hidup dan kesejahteraan masyarakat. Konsep PHT sangat selaras dengan
pertanian berkelanjutan, yaitu pertanian yang memenuhi kebutuhan kini tanpa berdampak
negative atas sumber daya fisik yang ada, sehingga tidak membahayakan kapasitas
dan potensi pertanian masa depan untuk memuaskan aspirasi kebendaan dan
lingkungan generasi mendatang. Dalam pertanian berkelanjutan mencakup konsep
antara lain;
1) meminimumkan ketergantungan pada energi, mineral
dan sumber daya kimiawi yang tidak terbarukan,
2)
menurunkan pengaturan udara, air dan lahan di luar kawasan usaha tani,
3) harus
mempertahankan kecukupan habitat bagi kehidupan alami,
4) konservasi sumber daya genetik dalam species
tumbuhan dan hewan yang diperlukan pertanian,
BAB.
II
Pembahasan
A.
Pengertian
Pestisida
Dalam
proses intensifikasi sekarang ini berbagai kendala sosial-ekonomi dan teknis
bermunculan. Masalah organisme pengganggu tanaman (OPT, hama – penyakit –
gulma) yang mengakibatkan penurunan dan ketidakmantapan produksi belum dapat
diatasi dengan memuaskan. Kehilangan hasil akibat OPT diperkirakan 40 – 55 %,
bahkan bisa terancam gagal.
Dilema
yang dihadapi para petani saat ini adalah bagaimana cara mengatasi masalah OPT
tersebut dengan pestisida sintetis. Di satu pihak dengan pestisida sintetis,
maka kehilangan hasil akibat OPT dapat ditekan, tetapi menimbulkan dampak
terhadap lingkungan. Di pihak lain, tanpa pestisida kimia akan sulit menekan kehilangan
hasil akibat OPT. Padahal tuntutan masyarakat dunia terhadap produk pertanian
menjadi bertambah tinggi terutama masyarakat negara maju, tidak jarang hasil
produk pertanian kita yang siap ekspor ditolak hanya karena tidak memenuhi
syarat mutu maupun kandungan residu pestisida yang melebihi ambang toleransi.
Pestisida
secara luas diartikan sebagai suatu zat yang bersifat racun, menghambat
pertumbuhan atau perkembangan, tingkah laku, bertelur, perkembang biakan,
mempengaruhi hormon, penghambat makan, membuat mandul, sebagai pemikat, penolak
dan aktivitas lainnya yang mempengaruhi OPT. Tidak kita pungkiri bahwa dengan
pestisida sintetis telah berhasil menghantarkan sektor pertanian menuju
terjadinya “revolusi hijau”, yang ditandai dengan peningkatan hasil panen dan
pendapatan petani secara signifikan, sehingga Indonesia bisa mencapai
swasembada pangan pada tahun 1986. Dalam revolusi hijau target yang akan
dicapai adalah berproduksi cepat dan tinggi, sehingga diperlukan teknologi
masukan tinggi diataranya penggunaaan varietas unggul, pemupukan berat dengan
pupuk kimia, pemberantasan hama dan penyakit dengan obat-obatan kimia. Pada
tahun ini konsepsi untuk menanggulangi OPT ialah pendekatan UNILATERAL, yaitu
menggunakan satu cara saja, PESTISIDA. Ketika itu pestisida sangat dipercaya
sebagai “ASURANSI” keberhasilan produksi; tanpa pestisida produksi sulit atau
tidak akan berhasil. Karena itu pestisida disubsidi sampai sekitar 80 % dari
harganya, hingga petani dapat membelinya dengan harga “murah”.Sistem penyalurannyapun
diatur sangat rapih dari pusat sampai ke daerah-daerah. Pestisida diaplikasikan
menurut jadwal yang telah ditentukan, tidak memperhitungkan ada hama atau
tidak. Pemikiran ketika itu ialah “melindungi” tanaman dari kemungkinan
serangan hama. Promosi pestisida yang dilakukan oleh para pengusaha pestisida
sangat gencar melalui demontrasi dan kampanye.Para petani diberi penyuluhan
yang intensif, bahwa hama-hama harus diberantas dengan insektisida.Dalam
perlombaan hasil intensifikasi, frekuensi penyemprotan dijadikan kriteria,
makin banyak nyemprot, makin tinggi nilainya.
B.
Bahaya
pestisida terhadap kesehatan manusia
Kita semua terpapar dengan pestisida
pada dasarnya yang berketerusan. Makanan yang kita makan, terutama buah dan
sayuran segar, mengandung residu pestisida. The National Academy of Sciences
(NAS) tahun 1987 mengeluarkan laporan tentang pestisida dalam makanan.Pada
dasar data dalam penelitian, resiko potensial yang diberikan oleh pestisida
penyebab kanker dalam makanan kita lebih dari sejuta kasus kanker tambahan
dalam masyarakat Amerika selama hidup.Karena sekitar 30 macam pestisida
karsinogen terdapat dalam makanan kita, dan selama ini belum menyebutkan
potensi pemaparan terhadap pestisida karsinogen dalam air minum.
C. Jenis Pestisida dan potensi bahaya bagi kesehatan
manusia
No.
Jenis Pestisida Jenis Penggunaan Potensi Bahaya Pada Kesehatan Manusia
1.Asefat Insektisida Kanker, mutasigen, kelainan alat reproduksi
2 Aldikard Insektisida Sangat beracun pada dosis rendah
3 BHC Insektisida Kanker, beracun pada alat reproduksi
4 Kaptan Insektisida Kanker, mutasi gen
5 Karbiral Insektisida Mutasi gen, kerusakan ginjal
6 Klorobensilat Insektisida Kanker, mutasi gen, keracunan alat reproduksi
7 Klorotalonis Fungisida Kanker, keracunan alat reproduksi
8 Klorprofam Herbisida Kanker, mutasi gen, pengaruh kronis
9 Siheksatin Insektisida Karsinogen
10 DDT Insektisida Cacat lahir, pengaruh kronis.
1.Asefat Insektisida Kanker, mutasigen, kelainan alat reproduksi
2 Aldikard Insektisida Sangat beracun pada dosis rendah
3 BHC Insektisida Kanker, beracun pada alat reproduksi
4 Kaptan Insektisida Kanker, mutasi gen
5 Karbiral Insektisida Mutasi gen, kerusakan ginjal
6 Klorobensilat Insektisida Kanker, mutasi gen, keracunan alat reproduksi
7 Klorotalonis Fungisida Kanker, keracunan alat reproduksi
8 Klorprofam Herbisida Kanker, mutasi gen, pengaruh kronis
9 Siheksatin Insektisida Karsinogen
10 DDT Insektisida Cacat lahir, pengaruh kronis.
D. Pesticide Action Network
(PAN) Indonesia
Badan yang bekerja sebagai pemantau
atas pestisida untuk melindungi konsumen (FDA /The foot and Drug
Administration), menyatakan lebih dari 110 pestisida yang berbeda terdeteksi
dalam semua makanan ini antara 1982-1985.Dari 25 pestisida yang terdeteksi
lebih sering, 9 telah diidentifikasi oleh FDA sebagai penyebab kanker,
disamping potensi bahaya lainnya.Pada musim panas 1985, hampir 1000 orang
dibebrapa negara bagianWilayah Barat dan Kanada keracunan oleh residu pestisida
Temik dalam semangka. Dalam 2-4 jam setelah memakan semangka yang tercemar, orang
akan mengalami rasa mual, muntah, pandangan buram, otot lemah dan gejala lain.
(Masih untung), tidak ada yang meninggal, biarpun kebanyakan korban dalam
kondisi parah. Masih ditempat yang sama laporan juga menyebutkan adanya
serangan gangguan hebat, jantung tak teratur, sejumlah orang dirumah-sakitkan,
dan paling kurang 2 bayi lahir mati.
Tahun 1986, kira-kira 140 kandang
sapi perah di Arkansas, Oklahoma dan Missouri dikarantina karena tercemar oleh
pestisida terlarang heptaklor.
WHO (World Health Organisation) memperkirakan bahwa setengah juta kasus keracunan pestisida muncul setiap tahunnya, 5000 orang diantaranya berakhir dengan kematian.Pada akhir tahun 1980 dilaporkan bahwa jumlah keracunan pestisida di dunia dapat mencapai satu juta kasus dengan 20.000 kematian per tahun.Dr. Nani Djuangsih dalam penelitiannya tahun 1987 di beberapa desa di Jawa Barat menemukan residu DDT dalam Asi sebanyak 11,1 ppd didaerah Lembang. Demikian pula penelitian muthahir yang dilakukan Dr. Theresia membuktikan masih detemukan turunan DDT sebanyak 0,2736 ppm dalam ASI di daerah Pengalengan. Dampak secara tidak langsung dirasakan oleh manusia, oleh adanya penumpukan pestisida di dalam darah yang berbentuk gangguan metabolisme enzim asetilkolinesterase (AChE), bersifat karsinogenik yang dapat merangsang sistem syaraf menyebabkan parestesia peka terhadap perangsangan, iritabilitas, tremor, terganggunya keseimbangan dan kejang-kejang (Frank C. Lu, 1995). Hasil uji Cholinesterase darah dengan Tintyometer Kit yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur terhadap tenaga pengguna pestisida pada tahun 1999 dari 86 petani yang diperiksa 61,63 % keracunan dan 2000 sebanyak 34,38 % keracunan dari lokasi yang berbeda. Sulistiyono (2002), pada petani Bawang Merah di tiga kecamatan di Kabupaten Nganjuk Jawa Timur, ditemukan petani yang terpapar pestisida kategori berat 5 orang dan ringan 83 kasus dari 192 responden Pestisidadapatmerusakkeseimbanganekologi
WHO (World Health Organisation) memperkirakan bahwa setengah juta kasus keracunan pestisida muncul setiap tahunnya, 5000 orang diantaranya berakhir dengan kematian.Pada akhir tahun 1980 dilaporkan bahwa jumlah keracunan pestisida di dunia dapat mencapai satu juta kasus dengan 20.000 kematian per tahun.Dr. Nani Djuangsih dalam penelitiannya tahun 1987 di beberapa desa di Jawa Barat menemukan residu DDT dalam Asi sebanyak 11,1 ppd didaerah Lembang. Demikian pula penelitian muthahir yang dilakukan Dr. Theresia membuktikan masih detemukan turunan DDT sebanyak 0,2736 ppm dalam ASI di daerah Pengalengan. Dampak secara tidak langsung dirasakan oleh manusia, oleh adanya penumpukan pestisida di dalam darah yang berbentuk gangguan metabolisme enzim asetilkolinesterase (AChE), bersifat karsinogenik yang dapat merangsang sistem syaraf menyebabkan parestesia peka terhadap perangsangan, iritabilitas, tremor, terganggunya keseimbangan dan kejang-kejang (Frank C. Lu, 1995). Hasil uji Cholinesterase darah dengan Tintyometer Kit yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur terhadap tenaga pengguna pestisida pada tahun 1999 dari 86 petani yang diperiksa 61,63 % keracunan dan 2000 sebanyak 34,38 % keracunan dari lokasi yang berbeda. Sulistiyono (2002), pada petani Bawang Merah di tiga kecamatan di Kabupaten Nganjuk Jawa Timur, ditemukan petani yang terpapar pestisida kategori berat 5 orang dan ringan 83 kasus dari 192 responden Pestisidadapatmerusakkeseimbanganekologi
Dinamikapestisidadilingkungan
yang membentuk suatu siklus, terutama jenis pestisida yang persisten.Penggunaan
pestisida oleh petani dapat tersebar di lingkungan sekitarnya; air permukaan,
air tanah, tanah dan tanaman. Sifat mobil yang dimiliki akan berpengaruh
terhadap kehidupan organisme non sasaran, kualitas air, kualitas tanah danu
dara. Kondisi tanah di Lembang dan Pengalengan Jawa Barat berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Dr. Theresia (1993) sudah tercemar pestisida.Di
daerah Lembang, contoh tanah yang diambil dari sekitar ladang tomat, kubis,
buncis dan wortel, mengandung residu organoklorin yang cukup tinggi.Penggunaan
pestisida dan tertinggalnya residu dapat sangat menurunkan populasi hewan
tanah.Dibandingkan dengan besarnya kandungan residu pestisida dalam tanah,
kandungan pestisida dalam air memang lebih rendah.Meskipun demikian hasil
penelitian membuktikan bahwa telah terjadi pencemaran di lingkungan perairan
akibat pestisida.Contohnya ialah kematian 13 orang di Aceh Utara akibat
mengkonsumsi tiram (Ostrea culcullata) yang tercemar pestisida.
Pencemaran
itu menurut Kompas 10 Mei 1993 berasal dari tambak udang yang menggunakan
Brestan untuk membunuh siput dan hama yang memakan benur. Lingkungan perairan
yang tercemar menyebabkan satwa yang hidup di dalam dan sekitarnya turut
tercemar. Ini dapat dibuktikan dari penelitian Dr. Therestia tahun 1993, ia
menemukan kandungan Organoklorin dalam tubuh ikan sebanyak 0,0792 ppm di
Lembang dan 0,020 ppm di Pengalengan. Selain itu terdapat residu organo fosfat
sebesar0, 0004-1,1450 ppm diwilayah tersebut. BATAN (Badan Tenaga Atom
Nasional) tahun 1982 sudah melaporkan bahwa ikan, udang dan kepiting di Delta
Cimanuk Jawa Barat tercemar oleh derivat DDT. Air dan Lumpur tanah liat pun
tercemar dengan Diazinon dan Thiodan. Penelitian yang lebih intensif, dilakukan
oleh Proyek Penelitian Pengembangan Sumberdaya Air dan Pencemaran Perairan Air
Tawar menemukan bahwa semua badan air tawar yang diteliti di Jawa Barat
mengandung pestisida dengan jumlah berkisar 0,1-6,0 ppm dari 4 jenis
Organofosfat dan 1 karbamat yang dianalisis, dan badan-badan air tawar di
bagian Indonesia lainnya, seperti di Sumatera, SulawesidanBalihampirtercemarseluruhnya.
Peranan
pestisida dalam sistem pertanian sudah menjadi dilema yang sangat menarik untuk
dikaji.Berpihak pada upaya pemenuhan kebutuhan produksi pangan sejalan dengan
peningkatan perumbuhan penduduk Indonesia, maka pada konteks pemenuhan
kuantitas produksi pertanian khususnya produk hortikultura pestisida sudah
tidak dapat lagi dikesampingkan dalam sistem budidaya pertaniannya. Mengingat
penciptaan social culture yang telah tercipta sedemikian rupa oleh pemerintah
tahun 1980-an dengan subsidi biaya penggunaan pestisida dan pendewaan pestisida
sebagai penyelamat produksi dan investasi petani. Hingga saat ini
ketergantungan petani terhadap pestisida semakin tinggi untuk menghasilkan
kuantitas dan cosmetic appearance produk, hal ini disebabkan oleh kesimbangan
ekologis yang sudah tidak sempurna (populasi hama tinggi musuh alami semakin
punah). Di pihak lain penggunaan pestisida membawa bencana yang sangat hebat
terhadap kesehatan petani dan konsumen akibat mengkonsumsi produk hortikultura
yang mengandung residu pestisida. Menurut WHO setiap setengah juta kasus
pestisida terhadap manusia, 5000 diakhiri dengan kematian. Dampak lain yang
tidak kalah pentingnya adalah timbulkan pencemaran air, tanah dan udara yang
dapat mengganggu sistem kehidupan organisme lainnya di biosfer ini.
BAB.III
Penutup
A. Kesimpulan
Pestisida
secara luas diartikan sebagai suatu zat yang bersifat racun, menghambat
pertumbuhan atau perkembangan, tingkah laku, bertelur, perkembang biakan,
mempengaruhi hormon, penghambat makan, membuat mandul, sebagai pemikat, penolak
dan aktivitas lainnya yang mempengaruhi OPT.
Kita
semua terpapar dengan pestisida pada dasarnya yang berketerusan. Makanan yang
kita makan, terutama buah dan sayuran segar, mengandung residu pestisida. The
National Academy of Sciences (NAS) tahun 1987 mengeluarkan laporan tentang
pestisida dalam makanan.Pada dasar data dalam penelitian, resiko potensial yang
diberikan oleh pestisida penyebab kanker dalam makanan kita lebih dari sejuta
kasus kanker tambahan dalam masyarakat Amerika selama hidup.
Dinamika
pestisida di lingkungan yang membentuk suatu siklus, terutama jenis pestisida
yang persisten.Penggunaan pestisida oleh petani dapat tersebar di lingkungan
sekitarnya; air permukaan, air tanah, tanah dan tanaman.
B. Saran
Upaya yang harus dilakukan untuk mengurangi
ketergantungan terhadap input bahan kimiawi dalam proses produksi pertanian
dapat ditempuh melalui gerakan pertanian organik. Gerakan ini mulai
memasyarakat terutama di negara-negara maju yang masyarakatnya alergi dengan
produk bahan kimia.
Penggunaan pupuk organik (pupuk kandang, pupuk hijau
dan kompos) sebagai pelengkap dan penyeimbang pupuk buatan, selain mensuplai unsur
hara juga berfungsi untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi
tanah.Pemberian pupuk organik dapat meningkatkan kapasitas menahan air, sifat
penyangga (buffer) tanah dan meningkatkan mikroorganisme dalam tanah yang
berguna bagi tanaman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar