1.
Periode 1(Antara zaman purbakala s.d. 1500)
- Mozi ( 476 SM - 486 SM)
Mo
zi (cina, lahir di 476 SM - 486 SM,
seorang ideolog besar dan politisi dan ilmuwan alam. Dalam pembacaan mo
nya, film dokumenter pertama tentang optik di dunia, menggambarkan pengetahuan
optik dasar, termasuk definisi dan menciptakan visi , propagasi cahaya dalam
garis lurus, lubang jarum pencitraan, hubungan antara objek dan gambar di
pesawat cermin, cermin cembung dan cermin cekung.
- Eulid
(Yunani, 275 SM - 330 SM)
Euclid
(Yunani, 275 SM - 330 SM) Dalam Optica, ia mencatat bahwa perjalanan
cahaya dalam garis lurus dan menjelaskan hukum refleksi. Dia percaya bahwa visi
melibatkan sinar pergi dari mata ke obyek yang dilihat dan dia mempelajari
hubungan antara ukuran nyata dari objek dan sudut bahwa mereka subtend di mata.
c.
Claudius
Ptolemy (Yunani, (90 M – 168 M)
Claudius Ptolemy (Yunani, 90 M - 168 M). Dalam terjemahan
Latin dari abad kedua belas dari bahasa Arab yang ditugaskan untuk Ptolemy,
sebuah studi refraksi, termasuk refraksi atmosfer. Disarankan bahwa sudut bias
sebanding dengan sudut insiden.
d.
Al-Kindi
(801 M - 873 M)
Ilmuwan
Muslim pertama yang mencurahkan pikirannya untuk mengkaji ilmu optik adalah
Al-Kindi (801 M – 873 M). Hasil kerja kerasnya mampu menghasilkan pemahaman
baru tentang refleksi cahaya serta prinsip-prinsip persepsi visual.
Buah pikir Al-Kindi
tentang optik terekam dalam kitab berjudul De Radiis Stellarum. Buku yang
ditulisnya itu sangat berpengaruh bagi sarjana Barat seperti Robert Grosseteste dan Roger Bacon.
Tak heran, bila teori-teori yang dicetuskan Al-Kindi tentang ilmu optik telah menjadi hukum-hukum perspektif di era Renaisans Eropa. Secara lugas, Al-Kindi menolak konsep tentang penglihatan yang dilontarkan Aristoteles. Dalam pandangan ilmuwan Yunani itu, penglihatan merupakan bentuk yang diterima mata dari obyek yang sedang dilihat. Namun, menurut Al-Kindi penglihatan justru ditimbulkan daya pencahayaan yang berjalan dari mata ke obyek dalam bentuk kerucut radiasi yang padat.
Tak heran, bila teori-teori yang dicetuskan Al-Kindi tentang ilmu optik telah menjadi hukum-hukum perspektif di era Renaisans Eropa. Secara lugas, Al-Kindi menolak konsep tentang penglihatan yang dilontarkan Aristoteles. Dalam pandangan ilmuwan Yunani itu, penglihatan merupakan bentuk yang diterima mata dari obyek yang sedang dilihat. Namun, menurut Al-Kindi penglihatan justru ditimbulkan daya pencahayaan yang berjalan dari mata ke obyek dalam bentuk kerucut radiasi yang padat.
e.
Ibnu Sahl (940 M - 1000 M)
Seabad
kemudian, sarjana Muslim lainnya yang menggembangkan ilmu optik adalah Ibnu
Sahl (940 M – 1000 M). Sejatinya, Ibnu Sahl adalah seorang matematikus yang
mendedikasikan dirinya di Istana Baghdad. Pada tahun 984 M, dia menulis risalah
yang berjudul On Burning Mirrors and Lenses (pembakaran dan cermin dan lensa).
Dalam risalah itu, Ibnu Sahl mempelajari cermin membengkok dan lensa membengkok serta titik api cahaya.
Ibnu Sahl pun menemukan hukum refraksi (pembiasan) yang secara matematis setara dengan hukum Snell. Dia menggunakan hukum tentang pembiasan cahaya untuk memperhitungkan bentuk-bentuk lensa dan cermin yang titik fokus cahanya berada di sebuah titik di poros.
Ibnu Sahl pun menemukan hukum refraksi (pembiasan) yang secara matematis setara dengan hukum Snell. Dia menggunakan hukum tentang pembiasan cahaya untuk memperhitungkan bentuk-bentuk lensa dan cermin yang titik fokus cahanya berada di sebuah titik di poros.
f.
Ibnu Al-Haitam (965M – 1040 M)
Ilmuwan
Muslim yang paling populer di bidang optik adalah Ibnu Al-Haitham (965 M – 1040
M). Menurut Turner, Al-Haitham adalah sarjana Muslim yang mengkaji ilmu optik
dengan kualitas riset yang tinggi dan sistematis. “Pencapaian dan keberhasilannya begitu spektakuler,”.
Al-Haitham adalah sarjana pertama menemukan
pelbagai data penting mengenai cahaya. Salah satu karyanya yang paling
fenomenal adalah Kitab Al-Manazir (Buku Optik). Dalam kitab itu, ia menjelaskan
beragam fenomena cahaya termasuk sistem penglihatan manusia. Saking
fenomenalnya, kitab itu telah menjadi buku rujukan paling penting dalam ilmu
optik. Selama lebih dari 500 tahun buku dijadikan pegangan.
Pada tahun 1572 M, Kitab Al-Manadzir
diterjemahkan kedalam bahasa Latin Opticae Thesaurus. Dalam kitab itu, dia
mengupas ide-idenya tentang cahaya. Sang ilmuwan Muslim itu meyakini bahwa
sinar cahaya keluar dari garis lurus dari
setiap titik di permukaan yang bercahaya.
Selain itu, Al-Haitham memecahkan misteri tentang lintasan cahaya melalui berbagai media melalui serangkaian percobaan dengan tingkat ketelitian yang tinggi. Keberhasilannya yang lain adalah ditemukannya teori pembiasan cahaya. Al-Haitham pun sukses melakukan eksperimen pertamanya tentang penyebaran cahaya terhadap berbagai warna.
Tak cuma itu, dalam kitab yang ditulisnya, Alhazen begitu dunia Barat menyebutnya juga menjelaskan tentang ragam cahaya yang muncul saat matahari terbenam. Ia pun mencetuskan teori tentang berbagai macam fenomena fisik seperti bayangan, gerhana, dan juga pelangi. Ia juga melakukan percobaan untuk menjelaskan penglihatan binokular dan memberikan penjelasan yang benar tentang peningkatan ukuran matahari dan bulan ketika mendekati horison.
Keberhasilan lainnya yang terbilang fenomenal adalah kemampuannya menggambarkan indra penglihatan manusia secara detail. Tak heran, jika ‘Bapak Optik’ dunia itu mampu memecahkan rekor sebagai orang pertama yang menggambarkan seluruh detil bagian indra pengelihatan manusia. Hebatnya lagi, ia mampu menjelaskan secara ilmiah proses bagaimana manusia bisa melihat.
Teori yang dilahirkannya juga mampu mematahkan teori penglihatan yang diajukan dua ilmuwan Yunani, Ptolemy dan Euclid. Kedua ilmuwan ini menyatakan bahwa manusia bisa melihat karena ada cahaya keluar dari mata yang mengenai objek. Berbeda dengan keduanya, Ibnu Haytham mengoreksi teori ini dengan menyatakan bahwa justru objek yang dilihatlah yang mengeluarkan cahaya yang kemudian ditangkap mata sehingga bias terlihat.
Secara detail, Al-Haitham pun menjelaskan sistem penglihatan mulai dari kinerja syaraf di otak hingga kinerja mata itu sendiri. Ia juga menjelaskan secara detil bagian dan fungsi mata seperti konjungtiva, iris, kornea, lensa, dan menjelaskan peranan masing-masing terhadap penglihatan manusia. Hasil penelitian Al-Haitham itu lalu dikembangkan Ibnu Firnas di Spanyol dengan membuat kacamata.
Dalam buku lainnya yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris berjudul Light dan On Twilight Phenomena Al-Haitham membahas mengenai senja dan lingkaran cahaya di sekitar bulan dan matahari serta bayang-bayang dan gerhana. Menurut Al-Haitham, cahaya fajar bermula apabila matahari berada di garis 19 derajat ufuk timur. Warna merah pada senja akan hilang apabila matahari berada di garis 19 derajat ufuk barat. Ia pun menghasilkan kedudukan cahaya seperti bias cahaya dan pembalikan cahaya.
Al-Haitham juga mencetuskan teori lensa pembesar. Teori itu digunakan para saintis di Italia untuk menghasilkan kaca pembesar pertama di dunia. Pada abad ke-13 M, fisikawan Muslim lainnya yang banyak berkontribusi dalam bidang optik adalah Kamaluddin Al-Farisi. Dia mampu menjelaskan fenomena pelangi. Melalui penelitian yang dilakukannya, ia berhasil mengungkapkan bagaimana cahaya matahari direfraksi melalui hujan serta terbentuknya pelangi primer dan sekunder. Itulah peran sarjana Muslim di era kekhalifahan dalam bidang optik.
Selain itu, Al-Haitham memecahkan misteri tentang lintasan cahaya melalui berbagai media melalui serangkaian percobaan dengan tingkat ketelitian yang tinggi. Keberhasilannya yang lain adalah ditemukannya teori pembiasan cahaya. Al-Haitham pun sukses melakukan eksperimen pertamanya tentang penyebaran cahaya terhadap berbagai warna.
Tak cuma itu, dalam kitab yang ditulisnya, Alhazen begitu dunia Barat menyebutnya juga menjelaskan tentang ragam cahaya yang muncul saat matahari terbenam. Ia pun mencetuskan teori tentang berbagai macam fenomena fisik seperti bayangan, gerhana, dan juga pelangi. Ia juga melakukan percobaan untuk menjelaskan penglihatan binokular dan memberikan penjelasan yang benar tentang peningkatan ukuran matahari dan bulan ketika mendekati horison.
Keberhasilan lainnya yang terbilang fenomenal adalah kemampuannya menggambarkan indra penglihatan manusia secara detail. Tak heran, jika ‘Bapak Optik’ dunia itu mampu memecahkan rekor sebagai orang pertama yang menggambarkan seluruh detil bagian indra pengelihatan manusia. Hebatnya lagi, ia mampu menjelaskan secara ilmiah proses bagaimana manusia bisa melihat.
Teori yang dilahirkannya juga mampu mematahkan teori penglihatan yang diajukan dua ilmuwan Yunani, Ptolemy dan Euclid. Kedua ilmuwan ini menyatakan bahwa manusia bisa melihat karena ada cahaya keluar dari mata yang mengenai objek. Berbeda dengan keduanya, Ibnu Haytham mengoreksi teori ini dengan menyatakan bahwa justru objek yang dilihatlah yang mengeluarkan cahaya yang kemudian ditangkap mata sehingga bias terlihat.
Secara detail, Al-Haitham pun menjelaskan sistem penglihatan mulai dari kinerja syaraf di otak hingga kinerja mata itu sendiri. Ia juga menjelaskan secara detil bagian dan fungsi mata seperti konjungtiva, iris, kornea, lensa, dan menjelaskan peranan masing-masing terhadap penglihatan manusia. Hasil penelitian Al-Haitham itu lalu dikembangkan Ibnu Firnas di Spanyol dengan membuat kacamata.
Dalam buku lainnya yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris berjudul Light dan On Twilight Phenomena Al-Haitham membahas mengenai senja dan lingkaran cahaya di sekitar bulan dan matahari serta bayang-bayang dan gerhana. Menurut Al-Haitham, cahaya fajar bermula apabila matahari berada di garis 19 derajat ufuk timur. Warna merah pada senja akan hilang apabila matahari berada di garis 19 derajat ufuk barat. Ia pun menghasilkan kedudukan cahaya seperti bias cahaya dan pembalikan cahaya.
Al-Haitham juga mencetuskan teori lensa pembesar. Teori itu digunakan para saintis di Italia untuk menghasilkan kaca pembesar pertama di dunia. Pada abad ke-13 M, fisikawan Muslim lainnya yang banyak berkontribusi dalam bidang optik adalah Kamaluddin Al-Farisi. Dia mampu menjelaskan fenomena pelangi. Melalui penelitian yang dilakukannya, ia berhasil mengungkapkan bagaimana cahaya matahari direfraksi melalui hujan serta terbentuknya pelangi primer dan sekunder. Itulah peran sarjana Muslim di era kekhalifahan dalam bidang optik.
g.
Kamal al-Din
al-Farisi (1267M – 1319 M)
Kamal al-Din al-Farisi adalah seorang ahli
fisika Muslim terkemuka dari Persia. Ia dilahirkan di kota Tabriz, Persia
sekarang Iran- pada 1267 M dan meninggal pada 1319 M. Ilmuwan
yang bernama lengkap Kamal al-Din Abu'l-Hasan Muhammad Al-Farisi itu kesohor
dengan kontribusinya tentang optik serta teori angka.
Ia merupakan murid seorang
astronom dan ahli matematika terkenal, Qutb al-Din al-Shirazi (1236-1311),
yang juga murid Nasiruddin al-Tusi. Dalam bidang optik, al-Farisi
berhasil merevisi teori pembiasan cahaya yang dicetuskan para ahli fisika
sebelumnya. Gurunya, Shirazi memberi saran agar al-Farisi membedah teori
pembiasan cahaya yang telah ditulis ahli fisika Muslim legendaris Ibnu al-Haytham (965-1039).
Secara mendalam, al-Farisi melakukan studi secara mendala mengenai risalah optik yang ditulis pendahuluannya itu. Sang guru juga menyarankannya agar melakukan revisi terhadap karya Ibnu Haytham. Buku hasil revisi terhadap pemikiran al-Hacen – nama panggilan Ibnu Haytham di Barat -- tersebut kemudian jadi sebuah adikarya, yakni Kitab Tanqih al-Manazir (Revisi tentang Optik).
Kitab Tanqih merupakan pendapat dan pandangan al-Farisi terhadap buah karya Ibnu Haytham. Dalam pandangannya, tak semua teori optik yang diajukan Ibnu Haytham menemukan kebenaran. Guna menutupi kelemahan teori Ibnu Haytham, al-Farisi Al-Farisi lalu mengusulkan teori alternatif. Sehingga, kelemahan dalam teori optik Ibnu Haytham dapat disempurnakan.
Secara mendalam, al-Farisi melakukan studi secara mendala mengenai risalah optik yang ditulis pendahuluannya itu. Sang guru juga menyarankannya agar melakukan revisi terhadap karya Ibnu Haytham. Buku hasil revisi terhadap pemikiran al-Hacen – nama panggilan Ibnu Haytham di Barat -- tersebut kemudian jadi sebuah adikarya, yakni Kitab Tanqih al-Manazir (Revisi tentang Optik).
Kitab Tanqih merupakan pendapat dan pandangan al-Farisi terhadap buah karya Ibnu Haytham. Dalam pandangannya, tak semua teori optik yang diajukan Ibnu Haytham menemukan kebenaran. Guna menutupi kelemahan teori Ibnu Haytham, al-Farisi Al-Farisi lalu mengusulkan teori alternatif. Sehingga, kelemahan dalam teori optik Ibnu Haytham dapat disempurnakan.
Salah
satu bagian yang paling penting dalam karya al-Farisi adalah komentarnya
tentang teori pelangi. Ibnu Haytham sesungguhnya mengusulkan sebuah teori, tapi
al-Farisi mempertimbangkan dua teori yakni teori Ibnu Haytham dan teori Ibnu
Sina (Avicenna) sebelum mencetuskan teori baru. Teori yang diusulkan
al-Farisi sungguh luar biasa. Ia mampu menjelaskan fenomena alam bernama
pelangi menggunakan matematika.
h.
Roger
Baconn (Inggris, 1214 M – 1292 M)
Roger Bacon (Inggris, 1214-1292).
Seorang pengikut Grosseteste di Oxford, Bacon diperpanjang bekerja Grosseteste
pada optik. Ia menganggap bahwa kecepatan cahaya yang terbatas dan itu
disebarkan melalui media dengan cara yang analog dengan propagasi suara. Dalam
karyanya Opus Maius, Bacon menggambarkan penelitian tentang perbesaran
benda kecil menggunakan lensa cembung dan menyarankan bahwa mereka bisa
menemukan aplikasi di koreksi penglihatan yang cacat. Dia menghubungkan
fenomena pelangi dengan refleksi sinar matahari dari air hujan individu.
i.
Leonardo
da Vinci (Italia, 1452 - 1519)
Sebagai seorang seniman terkenal
dunia dan ilmuwan, Leonardo da Vinci (Italia, 1452-1519) visioner pengamatan
dan sketsa merintis studi tentang anatomi manusia membuka jalan penemuan masa
depan di bidang medis. Ia berbicara panjang lebar pada optik fisiologis
mengenai mata manusia.
2.
Periode 2 (Sekitar 1550 – 1800)
a.
Johannes
Kepler (1571 - 1630)
Johannes Kepler (Jerman ,1571-1630).
Dalam bukunya Iklan Vitellionem Paralipomena, Kepler menyatakan bahwa
intensitas cahaya dari sumber titik berbanding terbalik dengan kuadrat jarak dari
sumbernya, cahaya yang dapat diperbanyak melalui jarak jauh tanpa batas dan
bahwa kecepatan propagasi adalah tak terbatas. Dia menjelaskan visi sebagai
konsekuensi dari pembentukan gambar pada retina oleh lensa pada mata dan benar
menggambarkan penyebab panjang-sightedness dan kecupetan.
Dalam Dioptrice, Kepler disajikan penjelasan tentang prinsip-prinsip yang terlibat dalam mikroskop lensa konvergen / divergen dan teleskop. Dalam risalah yang sama, ia menyarankan agar teleskop dapat dibangun menggunakan tujuan konvergen dan lensa mata konvergen dan menggambarkan kombinasi lensa yang kemudian akan menjadi dikenal sebagai lensa tele. Ia menemukan refleksi internal total, tetapi tidak dapat menemukan hubungan yang memuaskan antara sudut datang dan sudut bias.
Dalam Dioptrice, Kepler disajikan penjelasan tentang prinsip-prinsip yang terlibat dalam mikroskop lensa konvergen / divergen dan teleskop. Dalam risalah yang sama, ia menyarankan agar teleskop dapat dibangun menggunakan tujuan konvergen dan lensa mata konvergen dan menggambarkan kombinasi lensa yang kemudian akan menjadi dikenal sebagai lensa tele. Ia menemukan refleksi internal total, tetapi tidak dapat menemukan hubungan yang memuaskan antara sudut datang dan sudut bias.
b. Van
Roijen Willebord Snell (Belanda , 1580 - 1626)
Van Roijen Willebrord Snell (Belanda
,1580-1626). Meskipun ia menemukan hukum refraksi, secara optik geometris
modern, pada tahun 1621, ia tidak mempublikasikan hal itu.
Penemuan Snell tentang pembiasan tidak
disebutkan dalam hal kecepatan cahaya. Kecepatan cahaya dalam ruang kosong
tidak ditentukan sampai 1676, dan kecepatan di air tidak diukur sampai 1850.
Dari pengamatannya, bagaimanapun, Snell didefinisikan indeks bias sebagai rasio
dari sinus dari sudut insiden ke sinus dari sudut pembiasan. Hubungan ini
dikenal sebagai hukum Snell.
c.
Rene
Descartes (Perancis, 1596 - 1650)
Para matematikawan dan filsuf Rene
Descartes (Perancis, 1596-1650) menerbitkan karya Snell pada tahun 1637 di Dioptrique
La nya. Descartes menentukan sudut refraksi dan menunjukkan hukum sinus
dari refraksi optik yang Willebrord Snell sebelumnya berasal.
d.
Francesco
Maria Gimaldi (Italia, 1618 - 1663)
Francesco Maria Grimaldi (Italia,
1618-1663). Dalam Physico-mathesis nya lumine de, coloribus et Iride,
diterbitkan pada 1655, menggambarkan pengamatan difraksi ketika ia melewati
cahaya putih melalui lubang kecil. Grimaldi menyimpulkan bahwa cahaya adalah
cairan yang menunjukkan gelombang-seperti gerakan.
e.
Robert Hooke (Inggris, 1635 - 1703)
Robert Hooke (Inggris, 1635-1703)
tertarik pada eksperimen Grimaldi, dia mengulangi hal itu. Pada 1655, Hooke
diterbitkan risalahnya, Micrographia. Dalam buku itu, dijelaskan Hooke
pengamatan dengan mikroskop senyawa yang memiliki lensa objektif dan lensa
konvergen mata konvergen. Dalam buku yang sama, ia menggambarkan pengamatannya
dari warna yang dihasilkan dalam serpihan dari mika, gelembung sabun dan film
minyak di atas air. Dia mengakui bahwa warna diproduksi di mika serpih ini
terkait dengan ketebalan mereka tetapi tidak mampu untuk membangun hubungan
yang pasti antara ketebalan dan warna. Hooke diajukan sebuah teori gelombang
untuk propagasi cahaya.
f.
Isaac Newton (Inggris, 1642 - 1727)
Isaac Newton (Inggris, 1642-1727)
telah melolong sukses di optik. Pada 1666, ketika ia berlibur di rumah, ia
menemukan pemecahan atas cahaya putih menjadi warna komponennya ketika melewati
sebuah prisma. Pada 1668, sebagai solusi untuk masalah chromatic aberration
dipamerkan oleh teleskop pembiasan, Newton dibangun teleskop refleksi pertama.
Pada 1672, pengamatan sebelumnya Newton pada dispersi sinar matahari saat
melewati sebuah prisma dilaporkan ke Royal Society. Newton menyimpulkan bahwa
sinar matahari terdiri dari cahaya warna yang berbeda yang dibiaskan oleh kaca
untuk luasan yang berbeda. Ini adalah awal dari optik fisik.
Newton 's Opticks diterbitkan pada 1704. Dalam buku
itu, Newton mengemukakan pandangannya bahwa cahaya adalah partikel tetapi bahwa
partikel dapat merangsang gelombang di aether. Kepatuhan-Nya kepada sifat
partikel cahaya didasarkan terutama pada anggapan bahwa perjalanan cahaya dalam
garis lurus sedangkan gelombang bisa menekuk ke daerah bayangan.
g.
Christian Huygens (Belanda , 1629 - 1695)
Christiaan Huygens (Belanda,
1629-1695), seorang ilmuwan fisik dan astronom dan ahli matematika. Dalam de
Traité nya Lumiere pada tahun 1690, Huygens mengemukakan teori
gelombang cahaya nya. Dia dianggap ringan yang ditularkan melalui eter meresapi
segala yang dibuat dari partikel-partikel kecil yang elastis, yang
masing-masing dapat bertindak sebagai sumber sekunder wavelet. Atas dasar ini,
Huygens menjelaskan banyak karakteristik propagasi cahaya diketahui, termasuk
refraksi ganda di kalsit ditemukan oleh Bartholinus pada 1669. Dia memecah monopoli teori partikel
Newton cahaya.
3. Periode 3 (Periode singkat, 1800 – 1890)
a.
Thomas
Young (Inggris, 1773 - 1829)
Thomas Young (Inggris, 1773-1829).
Dilakukan percobaan yang sangat infered sifat gelombang cahaya. Karena ia
percaya bahwa cahaya terdiri dari gelombang, muda beralasan bahwa beberapa
jenis interaksi akan terjadi ketika dua gelombang cahaya bertemu. Tutorial
interaktif ini mengeksplorasi bagaimana gelombang cahaya koheren berinteraksi
ketika melewati dua celah berjarak dekat.
b.
Etiene
Louis Malus (Perancis, 1755 - 1812)
Etienne Louis Malus (Perancis,
1755-1812). Pada 1808, sebagai hasil pengamatan cahaya yang dipantulkan dari
jendela Luxembourg Palais di Paris melalui kristal kalsit seperti yang diputar,
Malus menemukan efek yang kemudian menyebabkan kesimpulan bahwa cahaya dapat
terpolarisasi oleh refleksi.
c.
David
Brewster (Skotlandia, 1781 - 1868)
David Brewster (Skotlandia
,1781-1868). Dia mencatat terutama untuk penelitian ke dalam polarisasi cahaya.
Pada tahun 1814, Brewster menunjukkan bahwa ada hubungan antara sudut kejadian
di mana sinar cahaya yang dipantulkan dari sebuah interface benar-benar pesawat
terpolarisasi: indeks bias adalah sama dengan persoalan dari sudut.
d.
Dominique
Jean Francois Arago (Prancis, 1786 - 1853)
Dominique Jean Francois Arago (Prancis , 1786-1853)
Selama abad ke-19, ada kontroversi besar mengenai sifat cahaya - cahaya baik
ada sebagai partikel, atau sebagai gelombang. Arago adalah yang terbaik dikenal
untuk membantu menyelesaikan perdebatan ini. Awalnya pendukung teori partikel
penelitian, polarisasi ia melakukan bekerjasama dengan Augustin Jean
Fresnel-berubah pikiran. Pada 1811, pasangan ini menemukan bahwa dua berkas
cahaya terpolarisasi dalam arah tegak lurus tidak mengganggu, akhirnya
menghasilkan dalam pengembangan teori gelombang cahaya transversal.
e.
Augustin
Jean Fresnel (Prancis, 1788 - 1827)
Augustin Jean Fresnel (Prancis
,1788-1827). Independen menemukan kembali interferensi dan mulai mempelajari
teori gelombang cahaya.
Difraksi efek, seperti tepi samar
bayangan dan bayangan pinggiran, diketahui telah diamati pada awal abad ke-17.
Namun, sebelum penemuan gangguan pada tahun 1801, baik teori gelombang maupun
teori partikel bisa menawarkan penjelasan yang cocok untuk efek.
Di tahun 1816, Fresnel menunjukkan
bahwa fenomena difraksi berbagai sepenuhnya dijelaskan oleh interferensi
gelombang cahaya. Sebagai hasil dari penyelidikan oleh Arago Fresnel dan pada
gangguan cahaya terpolarisasi dan interpretasi selanjutnya mereka dengan Thomas
Young, disimpulkan bahwa gelombang cahaya yang transversal dan tidak, seperti
yang telah diperkirakan sebelumnya, longitudinal.
f.
Simeon
Clerk Maxwell (Prancis, 1781 – 1840)
Simeon-Denis Poisson (Prancis,
1781-1840). Pada tahun 1819, seorang ahli matematika dari peringkat pertama,
adalah salah satu panel juri dari Akademi Ilmu Pengetahuan Perancis tentang
esai terbaik meliputi teori gelombang cahaya pada tahun 1817. Dia juga
kebetulan seorang mukmin sangat kuat dalam teori partikel cahaya Newton dan
mampu, menggunakan matematika Fresnel, untuk memperoleh sebuah prediksi dia
yakin akan menghancurkan teori gelombang cahaya .
g.
James
Clerk Maxwell (Skotlandia, 1831 – 1879)
James Clerk Maxwell (Skotlandia,
1831-1879). Pada tahun 1865 dari studi tentang persamaan menggambarkan medan
listrik dan magnetik, ditemukan bahwa kecepatan gelombang elektromagnetik
harus, dalam kesalahan eksperimental, menjadi sama dengan kecepatan cahaya.
Maxwell menyimpulkan bahwa cahaya adalah bentuk dari gelombang elektromagnetik
4.
Periode 4
(Tahun 1887 s.d. 1925)
a.
Albert
Eeinstein (Jerman, 1879 -1955)
Albert Einstein (Jerman, 1879-1955).
Sangat diyakini sifat yang konsisten di semua physicses, sehingga teori
elektromagnetik Maxwell harus konsisten dengan teori mekanika klasik Newton.
Pada tahun 1905, Einstein menerbitkan teori relativitas
khusus yang didasarkan pada saran yang luar biasa bahwa kecepatan cahaya tetap
konstan untuk semua pengamat independen dari kecepatan relatif mereka. Namun
itu berasal dari waktu yang Einstein adalah anak laki-laki ketika ia
mencoba membayangkan apa yang akan terjadi jika dia bergerak pada kecepatan
yang sama seperti sebuah berkas cahaya. Tentu saja jika gagasan bahwa kecepatan
cahaya adalah sama untuk semua pengamat tampaknya sulit untuk memahami, maka
demikian akan pandangan klasik yang akan menunjukkan bahwa jika seseorang dapat
melakukan perjalanan lebih cepat daripada cahaya maka orang bisa berangkat
melakukan perjalanan dan tiba segera untuk dapat melihat ke belakang dan melihat
diri sendiri.
Pada tahun yang sama, ia menjelaskan
efek fotolistrik pada dasar bahwa cahaya adalah terkuantisasi, yang kuanta
kemudian menjadi dikenal sebagai foton. Teori kuanta cahaya adalah indikasi
kuat dari dualitas
gelombang-partikel , konsep bahwa sistem fisik dapat menampilkan seperti
gelombang dan partikel-seperti properti, dan itu digunakan sebagai prinsip
dasar oleh pencipta mekanika kuantum. Sebuah gambaran lengkap tentang efek
fotolistrik hanya diperoleh setelah jatuh tempo mekanika kuantum. Pada tahun
1915 Einstein menerbitkan teori relativitas umum
yang diprediksi pembengkokan sinar cahaya yang melewati medan gravitasi.
Pada 1916 Einstein yang ditawarkan teori rangsangan
cahaya bahwa emisi terstimulasi cahaya adalah proses yang harus terjadi di
samping penyerapan dan emisi spontan, itu adalah yang pertama memahami 'laser'.
Pada tahun 1915 Einstein menerbitkan teori relativitas umum
yang diprediksi pembengkokan sinar cahaya yang melewati medan gravitasi.
Pada 1916
Einstein yang ditawarkan teori rangsangan
cahaya bahwa emisi terstimulasi cahaya adalah proses yang harus terjadi di
samping penyerapan dan emisi spontan, itu adalah yang pertama memahami 'laser'.
5.
Periode 5
(Tahun 1925 s.d. sekarang )
a.
Michelson
(Amerika, 1852 -1931)
Pada tahun 1926, Michelson (Amerika
,1852-1931) melakukan percobaan yang terakhir dan paling akurat untuk
menentukan kecepatan cahaya. Menggunakan jalan cahaya dengan panjang 35 km dari
Mount Wilson observatorium untuk teleskop di Gunung San Antonio, ia menemukan
nilai 299.796 km per detik.
b.
Walter
Geffcken (Jerman , 1872 – 1950)
Pada tahun 1939, Walter Geffcken
(Jerman, 1872-1950), menggambarkan filter gangguan transmisi.
c.
Dennis
Gabor (Hungaria, 1900 – 1979)
Pada tahun 1948, Dennis Gabor
(Hungaria, 1900-1979), menggambarkan prinsip-prinsip rekonstruksi wavefront,
kemudian menjadi dikenal sebagai holografi.
d.
Arthur
Schawlow L (Amerika, 1921 – 1999)
Pada tahun 1958, Arthur Schawlow L
(Amerika ,1921-1999) dan Charles Townes H (Amerika, 1915 -) menerbitkan sebuah
makalah berjudul "Maser Infrared dan Optical" di mana ia mengusulkan
bahwa prinsip maser dapat diperluas ke daerah terlihat dari spektrum
memunculkan apa yang kemudian menjadi dikenal sebagai 'laser'.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar